Halaman

Senin, 18 Juli 2011

LPI Itu Ide Saya !


Judul di atas bukan berarti saya mengklaim bahwa LPI (Liga Primer Indonesia) yang digulirkan sejak awal tahun 2011 itu adalah hasil pemikiran saya. Saya sangat yakin bahwa kompetisi itu murni idenya berasal dari bapak Arifin Panigoro dan rekan-rekannya sendiri. Maksud dari judul itu adalah bahwa saya pernah memiliki ide serupa, sekitar 12 tahun yang lalu. 

Tepatnya ketika saya duduk di bangku SMP, saya mencoba merancang-rancang sendiri sebuah kompetisi yang profesional bagi Indonesia. Waktu itu konsepnya dari ide saya itu memang sebatas menyamakannya dengan kompetisi-kompetisi yang ada di liga-liga Eropa. Tiap klub mengandalkan dananya tidak dari APBD. Formatnya adalah format kompetisi penuh tanpa pembagian wilayah untuk divisi teratasnya. Saya tidak menyangka konsorsium LPI akan merealisasikan ide saya ini bertahun kemudian. Nama-nama klub yang saya buat waktu itu pun mirip-mirip dengan klub-klub LPI sekarang. Ada Bandung FC, Jakarta FC, Tangerang City, Kediri FC, Inter Semarang, Eastar (Jakarta Timur), Manado Celtic, Minang FC, Raja Aceh FC, Malang United, dsb. (berani sumpah, ini semua saya buat jauh sebelum ada LPI, atau sekitar tahun 2000-2005). 

Ketika saya mengetik tulisan ini, PSSI baru saja memilih ketua umumnya yang baru, Djohar Arifin Husain. Bapak yang satu ini sangat erat keterkaitannya dengan kelompok 78, yang merupakan pengawal LPI. Saat ini masih belum digodok, akan seperti apakah format kompetisi Liga Indonesia untuk musim 2011/2012. Terdapat wacana menggabungkan ISL (liga super Indonesia) dengan LPI, yang tentu saja digulirkan oleh sang ketum dan jajaran pengurus PSSI yang kini didominasi oleh K-78. Namun wacana ini mendapat pertentangan dari klub-klub perserikatan, baik dari ISL maupun divisi-divisi di bawahnya, yang beranggapan bahwa tidak fair bila klub-klub LPI yang baru dibentuk, langsung berada di divisi yang lebih atas daripada klub-klub yang telah berjuang sejak lama di belantara liga Indonesia. 

Pada dasarnya saya pribadi juga tak setuju bila LPI dilebur dengan ISL. Saya juga merasa itu tidak fair, karena kasihan klub-klub perserikatan yang berada di divisi-divisi bawah, yang telah lama melalui proses yang panjang dan berliku serta tentunya penuh perjuangan dalam berkompetisi di liga Indonesia. Saya lebih setuju dengan wacana lain yang menyebutkan bahwa klub-klub LPI akan ditempatkan divisi III atau paling bawah. Namun rasanya hal ini sulit terlaksana, mengingat para pengurus PSSI tentu akan membela LPI, dan men-spesialkan mereka. Pemecatan pelatih timnas Alfred Riedl yang diketahui enggan memanggil pemain-pemain dari LPI, dan menggantinya dengan Wim Rijsbergen yang merupakan pelatih PSM di LPI, sudah mengindikasikan kecenderungan itu. 

Kalau begini caranya, apa bedanya pengurus sekarang dengan era Nurdin Halid dulu. Keduanya sama-sama mementingkan kepentingan kelompok sendiri, hanya caranya saja yang berbeda. Lantas mau dibawa ke mana sepakbola kita? Hmm..kalau seperti ini, sepertinya ‘LPI’ bikinan saya jauh lebih baik. Ide saya itu sama sekali tidak bermaksud membuat klub-klub baru, lalu langsung promosi ke divisi teratas tanpa tedeng aling-aling. Ide saya waktu itu hanyalah memprofesionalkan klub-klub Indonesia yang sudah ada alias sekedar membuat mereka nampak lebih keren. 

Ada cerita, suatu ketika teman saya meminta klub bikinannya, yang dia namakan Shadow Boys, dimasukkan ke ‘LPI’ saya (maklum, waktu itu kami masih remaja labil, jadi bercandanya masih aneh-aneh seperti anak kecil). Lalu apa yang saya katakan pada teman saya itu? “Tapi Shadow Boys mulainya dari divisi paling bawah ya, soalnya mereka kan klub baru, gak fair dong kalau langsung aku taruh di Divisi Utama,”.. Kepada para petinggi PSSI, sekedar info, yang bicara barusan itu waktu itu adalah seorang anak ingusan yang masih kelas 2 SMP. Jadi, kalau anda-anda sekalian tetap memaksa klub-klub LPI dilebur dengan ISL, berarti anda kalah sama...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar