Halaman

Sabtu, 24 September 2011

Ambisi sang Briptu, Ambisiku Juga


Dunia entertainment dengan segala kemegahan dan kesenangan dunia yang ditawarkannya memang selalu menggiurkan bagi siapapun, tak terkecuali bagi seorang polisi bernama Norman Kamaru. Polisi muda berpangkat briptu ini namanya mendadak begitu terkenal setelah menyanyikan lagu India yang populer di era 1990-an, ‘Chaiyya Chaiyya’ secara lypsinc di situs Youtube. Lagu tersebut berikut sang Briptu pun mendadak menjadi sangat terkenal dan populer (padahal gw dah suka tuh lagu dari jaman lama bgt, orang Indonesia emang suka latah). Padahal, awalnya Norman hanya bermaksud menghibur temannya yang sedang sedih melalui video itu.

Seiring kepopulerannya, Briptu Norman mulai mendapat tawaran manggung di mana-mana. Dirinya melesat bak meteor, diundang ke Jakarta oleh Mabes Polri dan seorang menteri, tampil di hampir semua stasiun tv, diekspos hampir tiap hari oleh berbagai acara infotainment, diajak rekaman, dan sebagainya dan sebagainya. Konon, per album-nya Briptu Norman ini bakal dibayar sampai 5 M!  Di berbagai daerah, tiap kali dirinya muncul, orang berbondong-bondong menonton, bahkan mengejar-ngejar sekedar untuk minta foto bareng. Penontonnya membludak dan mengelu-elukannya. Tidak berlebihan kalau saya menyebut Norman tak ubahnya the Beatles pada masa jayanya, bahkan sambutan terhadapnya lebih gila!


Segala popularitas dan gelimang uang itu ternyata pelan-pelan mulai melenakan sang Briptu dari tugas utamanya, sebagai seorang polisi. Briptu Norman kerap mangkir, melakukan kegiatan keartisannya tanpa meminta izin pada atasan. Sudah beberapa kali Briptu Norman menerima surat terguran, dan berdasar kabar terakhir dia pun bakal disidang disiplin serta dikenai sanksi. Tapi Briptu Norman seperti cuek-cuek saja. Bahkan dia  sempat tidak menghadiri sebuah sidang sebelumnya hanya karena alasan ketiduran. 
Akhirnya, Norman memutuskan untuk mengundurkan diri dari kepolisian, dengan alasan pangkat yang tidak kunjung naik dan ingin lebih fokus ke dunia artis tanpa harus sering-sering izin. 
Ya, akhirnya. Akhirnya Norman terjebak dalam keputusan fatal yang bagi siapapun itu tentunya adalah salah kaprah. Mengapa salah kaprah?

Ingat, bagaimana awalnya dia bisa populer seperti itu. Tak lain adalah karena orang-orang melihat lucu, “bagaimana seorang polisi berseragam yang selama ini identik dengan kesan sangar, bisa menari-nari lihai seperti itu?” Keunikan inilah sumber pendongkrak popularitasnya, dan itu adalah karena seragam polisi yang dia kenakan di video itu. Kalau waktu itu dia ‘syuting’ hanya pakai pakaian biasa, kaos misalnya dan di kamar tidurnya, belum tentu bisa sepopuler sekarang. Banyak yang upload ke youtube dengan penampilan biasa dan kebanyakan ya tidak populer – tidak, selama yang bersangkutan tidak memiliki suara bagus semisal Boyce Avenue, Alyssa Bernal, atau Megan Nicole. 
Di sini lah letak salah kaprahnya Norman. Saya ragu, apakah dia sempat merenung : “Bagaimana awalnya saya bisa seterkenal ini?”, “Bagaimana mereka bisa menyukai saya?”, “Apakah musik memang bakat saya?”, “Bagaimana dengan jangka panjangnya?” Norman mungkin juga tidak tahu – atau sengaja tidak ingin tahu – bagaimana sulitnya artis-artis yang telah lama di dunia itu dalam berjuang mempertahankan eksistensinya. Norman mungkin juga lupa – atau sengaja lupa – betapa banyaknya artis-artis yang dulu begitu terkenal dan kaya, kini di masa tuanya......... Ah, mana sempat hati dan pikiran ini bertafakur, apabila kita sudah tenggelam dalam kenikmatan, dalam zona nyaman yang luar biasa yang telah diberikan oleh dunia. 

Huh..Melihat kisah sang Briptu ini menjadi refleksi tersendiri bagi diri saya. Saat ini saya sedang sangat galau. Saya tengah menghadapi tesis guna menyelesaikan studi S2 saya. Akan tetapi, patut diketahui, bagaimana saya meneruskan kuliah ini sejatinya bukanlah keinginan diri saya pribadi, melainkan atas desakan orang tua yang begitu menginginkan saya meraih pendidikan setinggi-tingginya. Jadilah yang ada saya setengah hati menjalaninya. 
Cita-cita saya yang sebenarnya hampir mirip dengan Norman, yaitu di dunia entertainment. Hanya saja, saya lebih ingin menjadi orang di belakang layar, tepatnya penulis atau sutradara. Kasus yang menimpa Briptu Norman ini kemudian mendorong saya untuk merenung, “Benarkah ‘tempat’ saya adalah di dunia entertainment itu? Ataukah sama seperti Norman, hanya tergiur oleh keglamorannya?” 
Kalau menyangkut perhitungan, sesungguhnya saya sudah lebih menghitung daripada Norman. Menulis memang telah menjadi salah satu hobi dan kelebihan saya. Sejak saya masih kecil dan autis, saya sudah suka mengarang-ngarang cerita. Saya juga punya kemampuan menulis dan mencipta lagu, walaupun tidak pandai memainkan alat musik. Akan tetapi, saya tidak akan memilih menjadi pemain film atau penyanyi, karena itu sama sekali bukan bakat saya.

Hanya saja, saya masih khawatir : apakah saya ini seperti Norman, yang hanya tertarik akan kepopuleran yang ada, ataukah memang tempat saya yang ‘seharusnya’ adalah di dunia itu? 
Dengan kata lain, ada satu pertanyaan yang masih menghantui : “Apakah saya ini seorang entertaint yang memaksakan diri menjadi akademisi, atau saya ini adalah seorang akademisi yang bermimpi menjadi entertaint?” 

Rabu, 21 September 2011

Malin Kundang in Disney


Since their born in 1923, Disney Company has released a lot of cartoon and animated movies. Almost all of those movies have their story based on many different countries or culture. 
For example, Aladdin that based on Middle East fairy tales, Mulan (Chinese), Jungle Book (India), Pocahontas (Indian), Emperor’s New Groove (Latin), Lilo & Stitch (Caribbean), and so many other stories from Classic European like Cinderella, Princess & Frog, Beauty & the Beast, Peter Pan, and so on. 

This article based on my worried about, “why there is no Indonesian?” 
Indonesia is a country with a kind of diversities and rich culture, due to its 300 diferrent ethnics in this country. Those diversity include the diversity of indigenous clothes, music, languange, and also the fairy tales. 
Malin Kundang
Each region in Indonesia has its own fairy tales or commonly called 'Cerita Rakyat'. For example : Malin Kundang from West Sumatra; Roro Jonggrang, Timun Mas, Bawang Merah-Bawang Putih, Ande-ande lumut (Java); Jayaprana (Bali); the Beginning of Toba Lake (North Sumatra); Tangkuban Perahu (Sunda, West Java); si Pitung (Jakarta); Hang Tuah (Riau); 7 Boys (Aceh); Animal Soccer, Kekekow and Poor Girl (Sulawesi); the Crying Stone, Patin Fish (Borneo); Copper Crocodile (Maluku); or Peu Mana Meinegaka Sawai (Papua). There are so many other fairy tales. 
And, you know? That stories have different style one another!
Timun Mas
So, I think there is no reason for Disney to not create an animated movie that has a setting in Indonesia.
You have too much choice, man! 
I hope you, whoever work in Disney Company, or whoever has a link to Disney, can tell your boss or your colleagues about this. I guarantee, it will be interesting. You can prove yourself : If you go to Indonesia, you can see how Indonesian kids still and will always love this stories. I’m sure, that also will be happen to the other kids in the other countries. 
Bawang Merah-Bawang putih
If you want to know more about Indonesian fairy tales, you can browse, by either the stories that I’ve mentioned in 3rd paragraph or ‘cerita rakyat’, as the keyword. Trust me, you will say, “I must see this story in Disney movies!”



NB : saya sengaja menuliskan artikel ini dalam bahasa Inggris, dengan harapan akan ada orang Disney yang membaca, kemudian menjadi jalan untuk dibuatnya film Disney yang bersetting cerita rakyat Indonesia, sebagaimana tujuan dari tulisan ini. 

Minggu, 18 September 2011

Top 10 Lagu India yang Bikin Nangis


10. Kabhi Alvida Na Kehna (Kabhi Alvida Na Kehna)
Hampir sama seperti ‘Main Yahan Tu Wahan’, lagu ini sangat merasuk di hati apabila didengarkan di kala hujan yang deras dan dingin. Saya pribadi kurang suka dengan filmnya, karena bertemakan perselingkuhan dan kumpul kebo ala barat. Yang saya sukai dari film ini ya hanya lagu ini saja, dengan alasan yang pertama tadi. ‘Kabhi Alvida Na Kehna’ sendiri bisa diartikan sebagai ‘never say goodbye’. 

9. Main Yahan Tu Wahan (Baghban)
Film bertemakan keluarga, yang mengisahkan empat orang anak yang memperlakukan kedua orang tua mereka, Raj (Amitabh Bachan) dan Pooja (Hema Malini) secara tidak pas. Raj dan Pooja telah memberikan segala apa yang diminta oleh anak-anak mereka semenjak mereka kecil. Namun, begitu keempat anaknya itu dewasa, mereka menyia-nyiakan ayah-ibunya, memisahkan mereka berdua, seperti mengatur jatah tinggal bagi mereka. Raj yang sedih atas perlakuan anaknya, kemudian menulis sebuah buku. Scene lagu ‘Main Yahan Tu Wahan’ ini bersettingkan Raj dan Pooja yang saling menelepon karena sedih dan rindu. Satu lagi, lagu ini sangat menyentuh apabila didengarkan di kala hujan. 

8. Zinda Rehti Hain Mohabbatein (Mohabbatein)
Film yang menceritakan perjuangan seorang guru, Raj (Shah Rukh Khan), yang menginginkan sekolah tempatnya mengajar, Gurukul, menjadi sekolah yang tidak kaku dan dapat menyebarkan cinta dan kebahagiaan kepada murid-muridnya. Namun, niat ini tidak disukai oleh sang kepala sekolah, Narayan (Amitabh Bachan). Raj sendiri sebenarnya dulunya adalah kekasih dari anak Narayan, Megha (Aishwariya Raj) yang meninggal karena bunuh diri setelah hubungannya dengan Raj tidak direstui oleh Narayan. Oleh karena itu, demi Megha, Raj ingin menunjukkan pada Narayan bahwa sikapnya yang kaku itu keliru. Lagu ‘Zinda Rehti Hain’ ini dinyanyikan oleh Raj ketika Narayan hendak membubarkan pesta yang sedang dilakukan secara diam-diam oleh para muridnya. Melalui lagu ini, Raj hendak menyindir Narayan melalui lirik ‘dunia ini penuh dengan kebencian, namun cinta antara dua orang pecinta akan tetap abadi meski salah satunya telah mati’. 

7. Chalte Chalte (Chalte Chalte)
Cerita mengenai alur kisah pernikahan Raj (Shah Rukh Khan) dan Priya (Rani Mukherjee), dua orang dengan karakter yang bertolak belakang. Kehidupan rumah tangga mereka penuh dengan gejolak, hingga akhirnya mereka terpaksa berpisah dan Priya kembali ke rumah orang tuanya. Scene lagu ‘Chalte Chalte’ ini diputar dengan bersettingkan bagaimana sepasang suami istri yang terpisah itu masih saling merindukan satu sama lain. Pada akhirnya, Raj menyadari bahwa dia tak bisa kehilangan Priya dan akhirnya menyusul Priya yang hampir pergi ke luar negeri, hingga akhirnya mereka dapat bersatu kembali. 

6. Behti Hawa Sa Tha Woh (3 Idiots)
Lagu ini ditempatkan di awal film, ketika Farhan (R.Madhavan) dan Raju (Sharman Joshi) mencari-cari sahabat mereka ketika masih mahasiswa, Rancho (Aamir Khan). Mereka rela mencari Rancho hingga ke manapun, mengingat Rancho adalah orang yang rela berkorban demi sahabatnya dan selalu menyemangati mereka. Selain itu Rancho juga digambarkan sebagai seseorang yang berdedikasi tinggi terhadap dunia pendidikan, dan memperjuangkan pendidikan yang berbasis minat dan bakat individu. Bagi saya pribadi, kekuatan dari lagu ‘Behti Hawa Sa Tha Woh’ ini lebih kepada musiknya yang mirip dengan bunyi alat musik suku Minang, saluang, yang bagi saya adalah alat musik dengan suara paling menyentuh hati. Belum lagi dipadukan dengan penggambaran panorama pegunungan yang indah di scene lagu tersebut, membuat saya makin ingin pulang ke kampung ayah saya di Bukittinggi dan Solok.

5. Kaise Mujhe (Ghajini)
Kisah seorang pengusaha muda yang kaya raya bernama Sanjay Singhania (Aamir Khan), yang jatuh cinta pada seorang wanita biasa bernama Kalpana (Asin Thottumkal). Karena ingin Kalpana mencintainya apa adanya, Sanjay mengaku sebagai seorang pria miskin. Tapi, ternyata Kalpana adalah gadis yang berhati mulia, membuat Sanjay makin mencintainya. Hingga akhirnya Kalpana dibunuh oleh seorang bos mafia bernama Ghajini (Pradeep Rawat). Kalpana saat itu tengah berusaha mengungkap kasus perdagangan anak di bawah umur yang dilakukan oleh Ghajini, dan karena itu Ghajini ingin menghabisinya. Sanjay yang saat Kalpana tengah sekarat di tangan Ghajini dan anak buahnya berada di lokasi kejadian, ikut dipukuli hingga gegar otak dan mengalami retrogade amnesia (gangguan memori jangka pendek). Sanjay tak ingat apapun tentang masa lalunya, kecuali saat-saat di mana Kalpana dipukul dengan besi oleh Ghajini hingga tewas. Karena itu Sanjay menjadi brutal dan berusaha untuk menemukan Ghajini, demi membalaskan dendam Kalpana. Misi itu pun berhasil lewat perjuangan panjang Sanjay. Lagu ‘Kaise Mujhe’ ini bersettingkan di bagian ending film, di mana Sanjay menerima sebuah bingkisan yang ternyata adalah jejak kaki Kalpana di tanah liat, yang dulu pernah mereka buat untuk meresmikan rumah yang dibelikan oleh Sanjay untuknya. Sanjay pun melihat bayangan Kalpana duduk di sampingnya dan tersenyum padanya. Intinya, bila anda menonton film ini dari awal hingga akhir, saya jamin anda PASTI menangis melihat klip lagu ini. 

4. Tujh Mein Rab Dikhta Hai (Rab Ne Bana Di Jodi)
Taani (Anushka Sharma) dan Surinder (Shah Rukh Khan) pada awalnya menikah karena terpaksa, demi memenuhi keinginan ayah Taani yang tengah sekarat. Taani pun pada awalnya tidak bahagia dengan pernikahannya. Dia juga tidak tahu bahwa sesungguhnya Surinder sangat mencintainya dan ingin Taani bahagia. Hingga pada akhirnya Taani menyadari bahwa sesungguhnya jodoh itu telah digariskan oleh Tuhan (Rab Ne Bana Di Jodi), dan Surinder adalah suami yang paling tepat baginya yang mencintainya sepenuh hati, hanya karena Tuhan. Lagu ‘Tujh Mein Rab Dikhta Hai’ ini sendiri secara filosofis menggambarkan seseorang yang telah menemukan jodohnya dalam diri seseorang lainnya. 

3. In Panchiyon (Koi Mil Gaya)
Film ‘Koi Mil Gaya’ menceritakan seorang dengan retardasi mental bernama Rohit (Hrithik Roshan), yang karena keterbatasannya hingga usia dewasa dia masih bersekolah di SD. Lagu ‘In Panchiyon’ ini dinyanyikan oleh Rohit dan teman-temannya pada suatu ketika saat mereka sedang bermain-main, dengan liriknya berisikan tentang mimpi mereka menjadi orang yang hebat. Saya tidak begitu suka filmnya yang bertemakan alien, tapi saya sangat suka lagu ini. Lagu ini sering saya gunakan untuk memotivasi diri saya yang juga adalah orang dengan keterbatasan, namun memiliki mimpi yang besar. 
 
2. Kal Ho Naa Ho (Kal Ho Naa Ho)
Bagi saya, ini adalah lagu terbaik kedua di dunia setelah ‘Lirih’ (Chrisye). ‘Kal Ho Naa Ho’ dapat diartikan sebagai ‘kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok’. Film ‘Kal Ho Naa Ho’ sendiri bercerita mengenai Aman (Shah Rukh Khan) yang jatuh cinta pada Naina (Preity Zinta). Namun Aman memiliki sebuah penyakit kronis, dan diprediksi hidupnya tak akan lama lagi. Aman khawatir bila dia menikah dengan Naina dan setelah itu dia meninggal, Naina tidak akan bahagia. Maka Aman pun berusaha agar Naina tidak mencintainya, dan dapat hidup bahagia bersama lelaki lain. Dia mengaku-ngaku bahwa dirinya telah memiliki seorang istri. Selain itu, dia juga berusaha menjodohkan Naina dengan sahabat mereka, Rohit (Saif Ali Khan). Filosofi dari lagu dan film ini begitu dalam : bahwa kita tidak tahu apa ketentuan Tuhan, maka yang terpenting adalah mengikhlaskan hidup hanya untukNya, termasuk berkorban demi kebahagiaan orang yang dicintai.

1. O Priya O Priya (Kahi Pyaar Na Ho Jaaye)
Film ‘Kahi Pyaar Na Ho Jaaye’ bercerita tentang seorang bernama Prem (Salman Khan), yang adalah seorang wedding singer. Prem yang patah hati setelah ditinggal menikah oleh kekasihnya, Nisha (Raveena Tandon), dihibur oleh sepupu tetangganya yang bernama Priya (Rani Mukherjee). Prem mulai jatuh cinta pada Priya. Tapi lagi-lagi, Priya kemudian bertunangan dengan pria lain juga. Prem yang kembali merasakan patah hati itu pun menyanyikan lagu ‘O Priya O Priya’ ini di pesta pertunangan Priya, di hadapan Priya dan tunangannya. Isi lagu tersebut menggambarkan kepasrahan dan kesedihan yang mendalam dari Prem untuk melepaskan orang yang dicintainya. 

Sabtu, 17 September 2011

bukan Alien, tapi Jin


Hati-hati, artikel saya kali ini dapat memukau nalar, mengguncang iman!

Da Vinci Code kalee... Yang jelas, saya menulis ini karena saya cukup risih dengan keyakinan sebagian besar umat manusia saat ini bahwa di luar angkasa sana terdapat mahluk luar angkasa seperti alien dan teman-temannya. Padahal, menurut keyakinan beragama saya, Allah tidak Menciptakan mahluk di sana. Setahu saya, selain manusia, Allah hanya menciptakan mahluk-mahluk hidup kasat mata seperti binatang dan tumbuhan, serta juga mahluk-mahluk gaib. Mahluk gaib di sini adalah malaikat, jin, setan, dan iblis. Saya belum pernah menemukan satu ayat Al Qur’an ataupun satu Hadits pun yang menyebutkan, baik secara eksplisit maupun implisit, bahwa terdapat mahluk-mahluk semacam manusia atau hewan di planet lain sana. Saya yakin demikian pula dengan di kitab-kitab agama lain. Yang ada 'penghuni'nya di luar bumi dan jauh di luar galaksi sana hanyalah surga dan neraka, yang masing-masing terdiri dari 7 lapisan. Wallahu a’lam bi sawab
Oke, mungkin pembaca termasuk orang-orang yang mungkin lebih mempercayai logika, atau mungkin baru mempercayai ayat-ayat agama apabila sesuai dengan nalar dan rasio. Penjelasan mengenai kemungkinan bahwa alien yang sering digunjingkan manusia itu sebenarnya adalah jin, sejauh yang saya temui di berbagai artikel internet, memang lebih banyak mengandalkan ayat-ayat agama saja. Maka dari itu, di sini saya akan mencoba memberikan hasil analisis saya yang berdasar metode penalaran psikologis. 

Menurut saya, setidaknya ada 3 faktor yang memperkuat kemungkinan bahwa alien itu sebenarnya adalah jin :

1. Perbedaan persepsi manusia

Bagaimana suatu stimulus / benda / hal diidentifikasikan sebagai apa, itu sangat bergantung pada persepsi manusia yang melihatnya. Persepsi dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain faktor budaya, lingkungan, serta pendidikan dan informasi yang diperoleh si individu yang berpersepsi tersebut. 

Contoh :
Berdasarkan kesaksian dari sejumlah orang, antara lain kasus di Brazil (1962), Argentina (1954), Seoul (1997), Prancis (1957 dan 1965), A.S (1975), alien yang mereka lihat secara umum memiliki ciri-ciri sebagai berikut : tinggi tubuh tidak lebih dari 1 meter (kerdil), tidak berambut (botak) tapi kepalanya besar, dan mata bersinar. Bisa membayangkan? Coba seandainya yang bertemu ini adalah orang Indonesia atau Malaysia : pasti dianggap tuyul! 
gbr.Alien yg ditemukan di Siberia pada April 2011 (kiri)
gbr.Penampakan  tuyul di Bogor 2009 (kanan)
Kemudian berdasarkan kesaksian dari orang-orang yang pernah melihat jin yang saya peroleh dari internet, serta juga keponakan saya sendiri yang masih balita (tentunya masih polos dan jujur) yang memiliki kemampuan cenayang (melihat hal-hal gaib), jin yang mereka lihat secara umum memiliki ciri-ciri sebagai berikut : setinggi manusia, muka agak persegi, telinga seperti telinga kuda atau kucing, hidung bulat, dan kulitnya sangat hitam pekat. Kira-kira bagaimana seandainya orang Amerika yang melihat ini? Dari kebanyakan film hollywood yang ada, beberapa mahluk luar angkasa juga digambarkan seperti ini, seperti misalnya di film ‘Farscape’, ‘Outer Space’ atau ‘Star Wars’.
gbr.karakter Chewbacca (Star Wars) (kiri)
gambaran Jenglot (kanan)
Jadi, jelas bahwa perkara apakah sesuatu itu dianggap jin atau alien, sangat bergantung pada budaya dan pola pikir orang yang melihatnya. Sehingga, apakah itu sebenarnya jin atau alien, masih patut dipertanyakan. Simpan pertanyaan anda, dan mari kita berlanjut ke faktor berikutnya. 

2. Adaptasi yang dilakukan jin itu sendiri

Mempercayai adanya mahluk lain yang menghuni bumi ini selain manusia, sesungguhnya sudah menjadi naluri bawaan dari manusia itu sendiri. Itu sudah ditunjukkan dalam sejarah peradaban manusia dan lahirnya agama-agama serta aliran kepercayaan. Jadi, untuk faktor ini saya berasumsi bahwa anda setidaknya tahu dan percaya bahwa ada yang namanya mahluk gaib seperti setan atau jin. 
Jin tidak seperti binatang, karena mereka dapat berpikir kompleks. Jin dapat merubah wujudnya menjadi apa pun. Meski kita tidak dapat melihat mereka, mereka dapat melihat kita. Sehingga, mereka mengetahui sejauh apa perkembangan yang ada pada kehidupan manusia. 

Satu pertanyaan : Kenapa penampakan UFO kebanyakan - bahkan hampir semuanya - muncul di negara barat ataupun negara maju lainnya, dan terjadi mulai abad ke-20 ? Masa’ alien milih-milih?
Pada abad pertengahan hingga akhir abad ke-19, orang-orang Eropa dan Amerika begitu takut pada mahluk-mahluk seperti drakula, frankenstein, Freddy Krueger, Jason Voorhees, hantu tanpa kepala, hantu rumah bekas terbakar, hantu keluarga korban pembunuhan berantai, hantu kapal tenggelam, dsb. Maka pada masa itu, jin sering menampakkan diri sebagaimana hal-hal tersebut.
gbr.penampakan UFO yg melintas di Arizona, A.S pada Maret 1997
disaksikan oleh ratusan orang, termasuk gubernur Arizona saat itu
Namun, seiring revolusi industri yang disusul kemajuan jaman, maka jin melihat orang-orang itu mulai rasional dan makin tidak percaya pada hantu. Sehingga, mereka pun mewujudkan diri dan mengatur kemunculan seolah-olah seperti berasal dari planet lain. Berikut dengan kendaraan UFO-nya (simbol kecanggihan teknologi) sebagai kedok penyamaran – sebenarnya bisa juga jin itu sendiri juga ‘berkembang’. Harapannya, hal itu dapat lebih diterima oleh akal orang-orang maju, dan tujuan sang jin untuk menakuti serta menyesatkan manusia tetap tercapai. Dan ternyata, misi itu memang sukses!
Bukti lain bahwa jin juga mungkin mengikuti perkembangan jaman, adalah banyaknya kasus penampakan hantu yang muncul tengah berpose di foto, atau ‘beraksi’ ketika mengetahui dirinya direkam oleh kamera. 
contoh penampakan jin yg turut 'berpose'
Sementara di negara-negara berkembang atau yang masih percaya pada agama, jin tetap lebih sering memunculkan diri dalam wujud roh orang mati ataupun mahluk-mahluk halus yang sesuai budaya setempat (seperti pocong di Indonesia, vampire di China, roh halus di Afrika, monster laut di Karibia).

3. Paradoks lain

Setelah dua hal di atas, masih ada paradoks (sesuatu yang patut dipertanyakan) lain yang memperkuat hipotesis / perkiraan saya bahwa alien itu sebenarnya adalah jin. 

Begini kira-kira paradoksnya : Kalau memang alien itu ada, dan konon katanya teknologinya sudah jauh lebih canggih daripada manusia bumi, kenapa mereka tidak mencoba berkomunikasi secara terang-terangan? Kalau mereka berniat baik, kenapa tidak langsung bertemu pihak-pihak tertentu di bumi dan berdiplomasi? Sebaliknya kalau mereka berniat jahat, kenapa tidak menyerang saja dari dulu? Toh kemungkinan bumi kalah kan besar, mengingat teknologi mereka yang nampak lebih canggih itu. 
Kenapa setiap ketahuan oleh manusia, mereka terus malah langsung melarikan diri dengan ngumpet atau menghilang. Modusnya persis kan, dengan jin, setan, atau hantu yang sering menghilang setiap habis menampakkan diri di depan manusia? Hmm, itu berarti alien itu sama dengan ..........


sumber referensi :
Sung Ryul,M., Kwang Woong,L.,& Hoe Seok,S. 2011. Why? Aliens and UFO. Jakarta:Elex Media Komputindo.
Shihab, M.Q. 2011. Yang Halus dan Tak Terlihat : Jin dalam Al Qur'an. Jakarta:Lentera Hati.

Kamis, 15 September 2011

Miss Angola and Us


Baru-baru ini dilangsungkan perhelatan Miss Universe tahun 2011, dengan hasil pemenangnya adalah Miss Angola, Leila Lopes. Bicara soal Miss Angola, saya jadi ingat sebuah acara talkshow populer di salah satu stasiun televisi swasta Indonesia. Sekitar tahun 2009, dalam salah satu segment di program tersebut, ada karakter yang disebut Miss Angola yang diperankan oleh salah seorang host acara tersebut, PP (inisial), yang biasanya selalu kebagian dikerjai. Dalam perannya sebagai Miss Angola itu, dia didandani dengan lumuran hitam-coklat, dan memakai pakaian yang terkesan primitif dan norak. 

Si ‘Miss Angola’ itu bertugas membacakan pernyataan seputar para artis yang menjadi bintang tamu program tersebut, mengenai hal-hal yang belum banyak diketahui publik mengenai artis tersebut. Apabila pernyataan itu benar, maka ‘Miss Angola’ tidak diapa-apakan. Tapi apabila pernyataannya itu ternyata dianggap salah oleh si artis, maka dua host lainnya, IB dan Pd, akan mengerjai si ‘Miss Angola’, entah itu disuruh makan yang banyak lah, dicoret-coret mukanya lah, dan sebagainya. Intinya, nampak bahwa dalam gambaran program talkshow tersebut, Angola adalah negara Afrika yang kuno, dan Miss-nya pun pasti berwajah jelek dan aneh. Di sinilah masalah yang ingin saya diskusikan.

Saya sama sekali tidak ingin menyinggung soal SARA di sini. Justru sebaliknya, saya ingin mengkritisi pola perilaku bangsa kita yang sebenarnya ‘rasis’, namun terselubung atau mungkin tidak kita sadari. Kita, terutama orang-orang dari Indonesia bagian barat, seringkali memandang rendah orang-orang berkulit hitam. Padahal di dunia barat, hal-hal seperti itu sudah ‘old school’ banget. Di liga-liga sepakbola Eropa, siapapun penonton yang rasis, maka klub yang didukungnya ataupun si penonton itu sendiri, akan dikenai sanksi. Begitu pula dalam hukum di Amerika Serikat. 
Tapi kita lihat di negara kita. Mengolok-olok antara satu ras dengan ras yang lain di media seperti televisi atau internet itu dianggap guyonan yang biasa saja. Apalagi dalam kehidupan sehari-hari. Kita mungkin, termasuk saya sendiri, seringkali tanpa sadar mengejek atau menggunjingkan suku lain. Maraknya kasus kekerasan antar suku semakin menjadi bukti shahih : Inikah adab bangsa Timur yang katanya menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika? 

Kasus Miss Angola ini adalah pelajaran penting. Bangsa yang kita jadikan sebagai bahan olok-olokan, ternyata Putri-nya malah menjuarai Miss Universe. Sementara Putri Indonesia sendiri, dalam ajang yang sama, masuk 15 besar pun tidak! Untuk kasus Putri Indonesia ini pun, kita sebenarnya juga masih ‘rasis’, entah sadar ataupun tidak. Dalam tujuh perhelatan Putri Indonesia terakhir, hanya 2 kali dimenangkan oleh Putri dari luar Jawa. Bahkan 3 kali pemenangnya adalah Putri dari ibukota, Jakarta. Saya jadi mempertanyakan sistem penjuriannya. Padahal sudah TERBUKTI, satu-satunya yang berhasil masuk 15 besar Miss Universe (tepatnya tahun 2004) justru wakil dari luar Jawa, yaitu Artika Sari Devi (Bangka-Belitung) yang wajahnya ‘Indonesia banget’. Sementara mereka yang blasteran ‘Londo’, yang dianggap mampu menyaingi Putri-Putri dari Amerika Latin, nyatanya malah kalah. 

Itulah. Kita seringkali memandang rendah suku-suku bangsa tertentu, tapi di sisi lain justru terlalu mengagung-agungkan suku bangsa yang lain. Dalam stasiun tv yang sama dengan tempat talkshow yang saya ceritakan tadi bernaung, seringkali orang-orang bule begitu dihargai, kadang berlebihan. Begitu pula bagaimana mereka sekarang juga terkesan terlalu Korea-oriented. Seolah-olah, bangsa kita ini lebih rendah daripada mereka-mereka. 
Ironis. Memprihatinkan. Mental-mental seperti inilah yang membuat kita semakin menjadi ‘bangsa budak’, bahkan menjadi budak di negeri sendiri. Nanti, di tulisan yang lain, saya akan jelaskan bahwa sebenarnya bangsa kita ini lebih hebat dari mereka.  

Terakhir, saya jadi ingat kata-kata teman saya : 
“Perbedaan itu Biasa, tapi Jangan Biasa Membeda-bedakan”.

Sabtu, 10 September 2011

Alhamdulillah ya...Sesuatu


Tiap kali habis masanya bulan Ramadhan, manusia khususnya umat muslim seringkali merasa sangat senang. Perasaan senang itu bisa seperti seseorang yang baru saja keluar dari penjara, atau bisa juga seperti seseorang yang mendapat bonus besar setelah berkerja keras dalam waktu yang lama. Namun sebenarnya, seperti apa pun perasaan senang itu, inti dari perayaan Idul Fitri sejatinya adalah sebagaimana seorang atlet yang mendapatkan medali juara, karena telah menjuarai sebuah kompetisi.

Pertanyaannya, benarkah bahwa kitalah atlet yang menjadi juara itu? Atau benarkah kita adalah anggota dari tim yang menjadi juara? Jangan-jangan, kita sebenarnya adalah pelari yang berada di urutan-urutan paling akhir mencapai garis finish serta tidak mendapat medali, namun kita tidak menyadarinya. 

Di blog yang satu ini, saya jarang memberikan ‘ceramah’ seperti ini. Akan tetapi kali ini saya tergugah. Mengapa? Karena saya sendiri merasa gagal total dengan Ramadhan saya kemarin. Kacau, benar-benar kacau, tidak bisa digambarkan. Hal itu menimbulkan kegelisahan dan perasaan bersalah yang sangat dalam diri saya. Sepertinya, saya adalah pelari yang berada di urutan paling akhir kali ini. Karena ketika yang lain marathon, saya malah duduk-duduk, ngopi-ngopi, leyeh-leyeh. Sehingga ketika yang lain sudah 30 lap, saya mungkin baru 2 lap. Di-overlap berapa kali aja tuh?

Maka dari itu saya kali ini hanya ingin mengingatkan diri saya sendiri, sekaligus mungkin secara tidak sengaja ‘mengingatkan’ anda yang membaca tulisan ini, bahwa hakikat syawal adalah bersyukur, bukan bersenang-senang. Idul Fitri adalah suatu hari, sesuatu, yang menjadi titik di mana kita mensyukuri segala yang telah diberi Tuhan selama bulan Ramadhan dan sebelum-sebelumnya, hingga kita masih dapat merasakan kebahagiaan atau kesenangan itu. Di sisi lain, juga menjadi titik kita untuk memperbaiki diri, memperbaiki hubungan dengan manusia dan hubungan dengan Tuhan. Mungkin ucapan-ucapan ini terkesan klise, karena sudah sering kita mendengarnya dari ustad Maulana, ustad Solmed, atau Mama Dedeh. Kak Joe, dalam hal ini hanya bermaksud mengajak kita merenung sejenak, mengingat kembali, sebenarnya bener gak sih yang dibilang sama ustad-ustad itu? Ada benernya kan? Bukan sebuah, maaf, omong-kosong belaka bukan? 

Huh... Anyway, semoga saya dan anda pada akhirnya memang bisa memaknai ‘sesuatu’ yang ada dalam bulan Ramadhan, dalam Idul Fitri, dalam bulan Syawal ini secara tepat. Sehingga kita bisa memulai hari baru setelah Ramadhan ini, dengan langkah awal berupa kebersyukuran. Sambil mengucap, “Alhamdulillah ya!”