Halaman

Kamis, 31 Januari 2013

Mau Berdakwah? Bukan di Sini Tempatnya!




Kemenangan partai Ikhwanul Muslimin di Mesir, Hamas di Palestina, Partai Islam di Turki, hingga Ahamdinejad di Iran, sejatinya membawa angin segar bagi kebangkitan Islam di dunia. Penegakan nilai-nilai Islam dan dakwah, akan menjadi lebih mudah dengan berada di lingkup kepemimpinan. Negara-negara tersebut di atas telah membuktikannya. Dampak positif mulai dirasakan. Turki kini berkembang semakin maju justru setelah nilai-nilai sekuler makin tergerus dan rakyatnya mulai kembali pada Islam. Demikian pula Palestina, yang akhirnya berhasil memerdekakan dirinya dan mendapat pengakuan PBB, setelah berpuluh tahun lamanya terjajah oleh kezaliman Israel. Padahal dulu mereka punya tokoh perdamaian semodel Yasser Arafat, tapi nyatanya model pendekatan kompromistis yang diterapkannya kurang berhasil.

Namun, segala fenomena di atas nampaknya tidak berlaku di Indonesia. Di Negara ini, ada satu partai yang dikenal sebagai partai dakwah. Saya mempercayainya, dan juga percaya bahwa mereka bersih, karena saya kenal dekat dengan sejumlah kadernya dan mengetahui seperti apa sistem kaderisasi serta konsep politik mereka. Tapi, jujur, dari dulu saya sangat kasihan sama partai yang satu ini. Mereka selalu difitnah. Bukan sering, tapi selalu. Mereka senantiasa dictrakan buruk oleh media massa, hampir semua media malah. Di partai-partai lain, kalau ada satu, dua, bahkan beberapa orang kadernya di legislatif atau di manapun yang tersangkut kasus korupsi, partainya dan juga kader-kader partai itu yang lain tidak akan terkena imbasnya. Namun, khusus untuk partai dakwah ini, jika ada satu saja (catet : satu!) kadernya yang tersangkut sebuah kasus, entah itu benar atau tidak tuduhannya, maka seluruh kader partai ini di seluruh Indonesia akan ikut jelek namanya. Saya gak tahu kenapa bisa begitu. Kasihan memang, ckckckck.

Di Indonesia ini, omongan artis akan lebih didengar daripada perkataan ahli agama. Media jauh lebih dipercaya daripada hukum sekalipun. Hal ini berbeda dengan di negara-negara maju di Amerika atau Eropa, di mana masyarakatnya relatif lebih kritis terhadap media. Tak heran jika segencar apapun media di sana memfitnah Islam dengan isu terorisme, ekstrimisme, dan sebagainya itu, namun jumlah penduduknya yang beragama Islam dan yang masuk Islam terus meningkat tiap tahunnya.

Berdakwah di negara Republik Indonesia ini sepertinya malah lebih sulit daripada masa Rasulullah dulu. Bangsa Quraisy dulu tak mau mendengarkan, bahkan memerangi Rasulullah karena beliau mendakwahkan sesuatu yang betul-betul baru bagi mereka, sehingga agak wajar jika sulit bagi mereka untuk menerimanya. Namun, rakyat Indonesia mayoritas adalah Muslim, sudah memeluk Islam sejak lahir. Justru karena merasa sudah Islam itulah, kita jadi lebih sulit untuk didakwahi. Kita akan menjawab orang lain yang mengajarkan Islam kepada kita itu dengan “sok tahu!”, “saya sudah tahu itu dari dulu!”, “ah, fanatik kamu!”, “kalau beragama itu yang biasa-biasa aja lah”, “orang Islam kok kayak gitu”, dsb.dsb.

Sampai tulisan ini diangkat, ketua umum Partai dakwah yang saya sebutkan tadi sedang ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK dalam kasus suap impor daging sapi. Entah yang bersangkutan betul-betul melakukan tindak pidana tersebut atau tidak, yang jelas saya hanya menyarankan agar partai itu bubar saja! Percuma, mayoritas masyarakat sulit untuk percaya lagi. Susah, karena bapak-ibu sekalian tidak punya media massa seperti sejumlah partai lain, jadi gak bisa mengarahkan opini publik. Sudahlah, ini Indonesia, bukan Mesir, Turki, apalagi Palestina. Saya haqqul yakin akan kekuasaan Allah SWT, dan sama sekali tidak suudzon kepadaNya. Namun, negara kita tercinta ini yang sepertinya memang tidak mau mendapat hidayah. Jadi, jika bapak-ibu sekalian mau berdakwah, maaf, bukan di sini tempatnya!