Di
sebuah stasiun tv, tiap tahunnya diselenggarakan sebuah ajang penghargaan
(award), yaitu memilih artis-artis terbaik Indonesia berdasarkan pilihan dari
pemirsa usia anak-anak. Satu hal yang membuat saya prihatin dari ajang ini
adalah, daftar nominasi artis-artis yang diberikan oleh panitia untuk dipilih
oleh anak-anak itu. Kebanyakan adalah artis-artis dewasa seperti Raffi Ahmad,
Agnes Monica, T2, group band-group band dewasa, sampai Cinca...eh..Cinta Laura
pun ada. Saya sama sekali tidak mengatakan artis-artis itu jelek atau buruk
(saya mengakui mereka adalah artis-artis terbaik di negeri ini dan juga
orang-orang yang baik), tapi konteksnya tidak pas kalau mereka yang dijadikan
pilihan bagi anak-anak.
Mungkin
sudah banyak sekali tulisan yang mengkritisi tentang bagaimana anak-anak
Indonesia sekarang seperti kehilangan artis-artis idola yang pas bagi usia
perkembangan mereka. Kalau jaman saya kecil dulu, lagu-lagu anak-anak masih
sangat marak. Saya yang autis pun masih bisa menikmati ‘Si Komo Lewat’, ‘Lumba-Lumba’,
‘Dakocan’, ‘Dinosaurus’, sampai lagunya Agnes waktu kecil, ‘Yess’. Saya juga
masih bisa mengenal dan mengalami, atau setidaknya mengetahui bahwa ada
artis-artis anak seperti Trio Kwek-kwek, Meissy, Enno Lerian, Puput Melati, dan
yang paling saya suka Ria Enes dan Susan. Anak-anak sekarang ? Masa’ anak-anak
nyanyinya ‘Status Palsu’, ‘Teman Tapi Mesra’, ‘Cari Pacar Lagi’, ‘Cinta Gila’, ‘Play
Boy’, hingga lagu-lagu yang ada kata-kata ‘selingkuh’-nya. Aduuuuh. Saya dulu
masih punya tontonan Donal bebek, Doraemon, Candy-candy, sampai Amigos X
Siempre. Anak-anak sekarang ? ‘Cinta Cenat-Cenut’ ? Capek deeeh!!
Ajang
yang saya sebutkan tadi, mengadaptasi dari sebuah acara serupa dari suatu
stasiun tv khusus anak-anak asal A.S (ngakunya sih tv anak-anak, tapi kartunnya
kebanyakan sama sekali tidak mendidik, dengan banyaknya perilaku-perilaku
tokohnya yang kadang kasar ataupun nggak sopan, disertai ucapan-ucapan yang tak
pantas, dan banyak cerita cinta-cintaan yang gak tepat untuk konsumsi
anak-anak). Label yang digunakan adalah ‘Kid’s Choice’. Tapi kesan yang ada
justru sebaliknya. Anak-anak sesungguhnya tidaklah bebas memilih, tapi mereka
telah diskematisasi dalam pilihan-pilihan tertentu. Dengan kata lain,
anak-anaklah yang terpaksa (atau dipaksa) memilih pilihan yang terbatas tersebut. Anak-anak
sekarang tidak pernah bisa memilih artis-artis, penyanyi-penyanyi, ataupun
film-film yang tepat dan sesuai dengan usia mereka, karena mereka setiap
harinya terus dicekoki oleh porsi-porsi tayangan dan acara orang dewasa melulu.
Ini namanya bukan ‘Kid’s Choice’, melainkan ‘Choice for Kid’.
![]() |
Ini adalah salah satu adegan di panggung ajang tersebut tahun 2009. Inikah acara untuk anak-anak ? |
Saya
tidak mempermasalahkan apa-apa melainkan begini : Apabila anak-anak didorong
untuk memiliki idola orang-orang dewasa, berikut dengan tontonan-tontonan
berbau dewasa, maka akan terjadi proses modeling
(meniru) dari diri anak-anak tersebut. Usia anak-anak merupakan masa di mana
manusia akan cenderung lebih banyak mengikuti apa yang dilakukan oleh
orang-orang lain di lingkungannya, terkadang tanpa berpikir panjang. Saya sudah
melihat dengan mata kepala sendiri banyaknya anak-anak sekarang yang
dandanannya meniru artis-artis dewasa, meliputi make up-nya, pakaiannya yang
seksi, sampai bergaya bak model. Banyak juga yang sudah suka pacar-pacaran,
padahal masih kelas 1 SD.
Di
kampung saya sendiri, banyak anak kecil yang sudah suka memamerkan HP, dan juga
berpakaian serta mengucapkan kata-kata yang biasa digunakan oleh artis-artis
remaja di tv yang sebenarnya itu belum waktunya untuk mereka lakukan. Bahayanya,
perilaku-perilaku dan pemikiran yang ditanamkan pada individu di masa kecil,
dapat masuk ke kognisi dan pikiran bawah sadar mereka, dan terbawa hingga
dewasa. Seringkali anak-anak yang suka berperilaku yang tidak sesuai dengan
tahap atau tugas perkembangannya, kemudian akan mengalami hambatan perkembangan.
Anak-anak semacam ini akan berpotensi melakukan perilaku patologi
(penyimpangan) sosial di kemudian hari. Kalau itu sampai terjadi (dan faktanya
sudah banyak terjadi), apa stasiun-stasiun tv itu mau bertanggung jawab ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar