Halaman

Sabtu, 10 September 2011

Alhamdulillah ya...Sesuatu


Tiap kali habis masanya bulan Ramadhan, manusia khususnya umat muslim seringkali merasa sangat senang. Perasaan senang itu bisa seperti seseorang yang baru saja keluar dari penjara, atau bisa juga seperti seseorang yang mendapat bonus besar setelah berkerja keras dalam waktu yang lama. Namun sebenarnya, seperti apa pun perasaan senang itu, inti dari perayaan Idul Fitri sejatinya adalah sebagaimana seorang atlet yang mendapatkan medali juara, karena telah menjuarai sebuah kompetisi.

Pertanyaannya, benarkah bahwa kitalah atlet yang menjadi juara itu? Atau benarkah kita adalah anggota dari tim yang menjadi juara? Jangan-jangan, kita sebenarnya adalah pelari yang berada di urutan-urutan paling akhir mencapai garis finish serta tidak mendapat medali, namun kita tidak menyadarinya. 

Di blog yang satu ini, saya jarang memberikan ‘ceramah’ seperti ini. Akan tetapi kali ini saya tergugah. Mengapa? Karena saya sendiri merasa gagal total dengan Ramadhan saya kemarin. Kacau, benar-benar kacau, tidak bisa digambarkan. Hal itu menimbulkan kegelisahan dan perasaan bersalah yang sangat dalam diri saya. Sepertinya, saya adalah pelari yang berada di urutan paling akhir kali ini. Karena ketika yang lain marathon, saya malah duduk-duduk, ngopi-ngopi, leyeh-leyeh. Sehingga ketika yang lain sudah 30 lap, saya mungkin baru 2 lap. Di-overlap berapa kali aja tuh?

Maka dari itu saya kali ini hanya ingin mengingatkan diri saya sendiri, sekaligus mungkin secara tidak sengaja ‘mengingatkan’ anda yang membaca tulisan ini, bahwa hakikat syawal adalah bersyukur, bukan bersenang-senang. Idul Fitri adalah suatu hari, sesuatu, yang menjadi titik di mana kita mensyukuri segala yang telah diberi Tuhan selama bulan Ramadhan dan sebelum-sebelumnya, hingga kita masih dapat merasakan kebahagiaan atau kesenangan itu. Di sisi lain, juga menjadi titik kita untuk memperbaiki diri, memperbaiki hubungan dengan manusia dan hubungan dengan Tuhan. Mungkin ucapan-ucapan ini terkesan klise, karena sudah sering kita mendengarnya dari ustad Maulana, ustad Solmed, atau Mama Dedeh. Kak Joe, dalam hal ini hanya bermaksud mengajak kita merenung sejenak, mengingat kembali, sebenarnya bener gak sih yang dibilang sama ustad-ustad itu? Ada benernya kan? Bukan sebuah, maaf, omong-kosong belaka bukan? 

Huh... Anyway, semoga saya dan anda pada akhirnya memang bisa memaknai ‘sesuatu’ yang ada dalam bulan Ramadhan, dalam Idul Fitri, dalam bulan Syawal ini secara tepat. Sehingga kita bisa memulai hari baru setelah Ramadhan ini, dengan langkah awal berupa kebersyukuran. Sambil mengucap, “Alhamdulillah ya!” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar