Kalimat
pembuka saya hanya satu : Semoga saya bisa menyusul mereka, Amiin.
1.
Temple
Grandin
Namanya sempat masuk dalam daftar 100 orang paling
berpengaruh di dunia versi majalah Time pada tahun 2010, untuk kategori
‘Heroes’. Grandin adalah seorang Doktor di bidang ilmu hewan dan juga profesor
di Colorado State University, merangkap sebagai seorang konsultan perilaku
hewan di sebuah perusahaan livestock.
Di samping itu, dia juga dikenal sebagai penulis yang cukup sukses. Salah satu
bukunya yang terkenal adalah ‘Thinking in Pictures’, yang menjelaskan bagaimana
memahami cara pandang orang autis serta teknik untuk menolong anak autis. Grandin
juga menemukan ‘squeeze machine’, yaitu mesin yang dapat menenangkan orang yang
hipersensitif.
Grandin didiagnosa autis pada tahun 1950, atau
beberapa tahun sebelum pelayanan dan intervensi dini dapat diterapkan pada
keluarga. Semula, dia sulit untuk berbicara, meski setelah empat tahun akhirnya
mengalami perkembangan berarti. Grandin mengaku masa SMP-SMA sebagai masa terburuk
baginya, karena sebagai anak yang dianggap aneh, dia sering diganggu oleh
teman-temannya. Orang-orang suka memanggilnya dengan ‘tape recorder’, karena suka mengulang-ulang secara terus-menerus
kata yang didengarnya. Meski demikian, Grandin sukses besar dalam dunia
akademisnya, sebagaimana dijelaskan di atas. Semua kesuksesan itu
didedikasikannya untuk ibunya, yang telah memberinya pengasuhan dalam bentuk
aktivitas yang terstruktur semenjak dia kecil, di mana itu sangat membantunya
melewati masa-masa autisnya.
2.
Axel
Brauns
Brauns adalah seorang penulis dan produser film
kelahiran Hamburg, Jerman. Brauns berhenti dari sekolah hukumnya pada tahun
1984, untuk berkonsentrasi pada karir menulisnya. Brauns telah menulis sejumlah
novel, antara lain dengan menciptakan karakter literal yang populer di Jerman,
Adina Adelung, yang kemudian mengantarnya masuk nominasi German Book Prize.
Pada 1992, dia merilis buku autobiografinya, ‘Shadows and Coloured Bat – Living
in Another World’, yang menggambarkan kehidupannya sebagai seorang autis, yang
disebutnya dirasakannya sejak berumur 1 tahun.
Sebagaimana kebanyakan spektrum autis, yaitu larut
dalam mempelajari sebuah hal yang sangat spesifik, Braun memiliki ketertarikan
terhadap sebuah buku statistik dan genetika kuda berjudul ‘German Harness
Racing Studs’. Keasyikannya terhadap buku inilah yang salah satunya
menginspirasi buku-buku yang Brauns tulis sendiri. Brauns memiliki kesulitan
bicara pada masa kecilnya. Brauns secara susah payah belajar sendiri bagaimana
ekspresi wajah dan pola bicara, antara lain dengan banyak membaca komik dan
menonton film. Brauns mengaku masih sering merasa tidak nyaman dengan
orang-orang di sekitarnya yang tidak dia kenal, dan juga kurang nyaman
menghabiskan waktu di depan umum.
3.
James
Hobley
Seluruh
penonton audisi Britain’s Got Talent 2011 memberikan standing applause begitu
anak itu usai membawakan dance-nya. Begitu pula salah satu juri, David
Husselhoff. Sekilas, dance yang dibawakan oleh anak berambut pirang itu
sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang ditampilkan para peserta lain. Tapi,
ada satu hal yang membuat sang anak berbeda : dia anak dengan autisme. Hobley
kemudian terus melaju hingga putaran final, sebelum terhenti di babak 8 besar.
Namun, satu hal, dia telah menginspirasi banyak anak berkebutuhan khusus di
Inggris untuk elbih berprestasi. Kisah suksesnya ini juga sempat dibuatkan film
dokumenternya oleh BBC, dengan judul ‘Autism, Disco, and Me’.
Hobley
merupakan satu dari dua saudara kembar di keluarganya, yang sama-sama didiagnosa
autis. Awalnya dia tak dapat membaca dan menulis. Namun, segalanya berubah
setelah dia berkenalan dengan dunia menari (dancing) pada usia 8 tahun, yang
memberinya passion yang luar biasa. Melalui musik dalam dance itu, dia bisa
mengekspresikan dirinya, dan mulai memiliki banyak teman. Cita-citanya kini
adalah menjadi penari balet di sebuah perusahaan entertainment yang besar.
4.
Jason
McElwain
“But our country was captivated by your
amazing story on the basketball court. I think it’s a story of coach Johnson’s
willingness to give a person a chance. It’s a story of Dave and Debbie’s deep
love for their son, and it’s a story of young man who found his touch on the
basketball court, which in turn, touched the hearts of all citizen all across
the country.”
Itu
adalah sebuah komentar yang diberikan oleh mantan presiden A.S, George W.Bush
mengenai rekor 20 point dalam waktu 4 menit dalam sebuah pertandingan basket
tingkat SMA di Amerika. McElwain, yang bersekolah di Greece Athena High School,
dibawa oleh pelatih tim basket SMA-nya sebagai pemain cadangan melawan
Spencerport High School, sebagai pemain cadangan. Ketika waktu bersisa 4 menit
dan Greece unggul, sang pelatih memasukkan McElwain. Dia kemudian secara luar
biasa mencetak 6 kali three-point dan sekali two-point sebelum pertandingan
berakhir. Semenjak pertandingan itu, nama McElwain langsung melambung bak
selebritis dadakan di Amerika Serikat. Sebuah lagu dan sebuah buku ditulis untuknya.
Bahkan rencananya, kisahnya juga akan difilmkan oleh Walt Disney dan Warner
Bros company, meski belum terealisasi hingga sekarang. McElwain didiagnosa
autis kala masih kecil. Dia mengalami kesulitan untuk bersosialisasi dengan
anak-anak seusianya. Namun, seiring berkembangnya usia, dia mulai belajar untuk
bersosialisasi. Meski di SMA-nya dimasukkan dalam kelas khusus, namun McElwain
sangat menyenangi olahraga basket. Salah satu kesibukannya saat ini adalah berkeliling
Amerika untuk menggalang dana bagi anak-anak autisme.
5.
Matt
Savage
Usianya
baru 19 tahun, tapi dia sudah menjadi salah satu musisi jazz kenamaan Amerika.
Hingga kini, dia telah merilis sekurangnya 4 album musik instrumental. Savage
juga telah menerima banyak penghargaan. Dia juga merupakan satu-satunya anak-anak
yang pernah diterima oleh tim Bosendofer Pianos dalam sejarah 175 tahun company tersebut. Pada usia 14 tahun, dia
telah melakukan konser berkolaborasi dengan Chaka Khan dan berbagai penyanyi
terkenal lain. Matt didiagnosa memiliki gangguan perkembangan pervasif, salah
satu pola autisme, pada usai 3 tahun. Pada mulanya dia tidak suka dengan musik
yang berisik, sebelum akhirnya dia mulai tertarik pada piano, dan akhirnya
mulai mendalami musik jazz dan klasik. Karena kecerdasannya yang luar biasa,
meski tidak pernah mengenyam bangku sekolah formal dan juga pendidikan musik
secara khusus, namun Matt mampu belajar sendiri mengenai musik hingga menjadi
komposer yang handal. Di samping bermusik di panggung, Matt juga sering tampil
di berbagai program televisi dan radio sebagai bintang tamu.
6.
Satoshi
Tajiri
Mungkin
anda pernah mendengar nama ‘Pokemon’? Ya, kartun animasi anak-anak yang sangat populer
di era akhir 1990-an hingga awal 2000-an. Namun, mungkin tidak banyak yang tahu
bahwa sang kreator, pria Jepang bernama Satoshi Tajiri, adalah pengidap
autisme, lebih tepatnya sindrom Asperger (meski dalam DSM-IV sebenarnya asperger
tidak diklasifikasikan dalam autisme, namun seringkali keduanya disamakan,
karena banyaknya kemiripan simtom). Sejak kecil hingga remaja, Tajiri sangat
tergila-gila dengan arcade games. Begitu
candunya terhadap video game, pria kelahiran 1965 ini mulai memproduksi majalah
mengenai game bernama ‘Game Freak’ pada 1978. Pokemon sendiri mulai dibuatnya
pada 1996. Idenya berasal dari keinginan Tajiri membuat game di mana anak-anak
bisa menangkap dan mengkoleksi sesuatu, sebagaimana keasyikannya pada serangga
di masa kecil. Selain video games dan film kartun, Pokemon juga diproduksi
dalam bentuk manga (komik), film, bahkan dalam wujud grafiti di berbagai alat
transportasi. Di Indonesia, juga biasa dijumpai dalam festival-festival Cosplay.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar