Halaman

Minggu, 15 Mei 2011

Daya Tarik Interpersonal Lalita Gandaputri

Kali ini saya akan membahas mengenai orang-orang yang paling menjadi inspirasi dalam hidup saya. Salah satunya, yang akan pertama kali saya profilkan di blog ini adalah reporter metro tv biro Jogja, Lalita Gandaputri. Saya tidak menjadikannya idola dikarenakan dia adalah reporter stasiun tv terkenal. Saya kurang cocok dengan paradigma yang dimiliki oleh stasiun tv tempatnya bekerja itu, apalagi mereka belakangan sangat cenderung mempolitisasi segala sesuatu dengan tujuan mengangkat sang pemimpin mereka (untuk jadi capres mungkin). Bahkan saya tidak peduli Lalita bekerja di stasiun tv mana. Saya mengidolainya murni karena dirinya seorang, dengan segala karakter dan perilakunya. 

Lalita Gandaputri saya rasa memang tepat dijadikan sebagai jurnalis yang diidolai, meskipun namanya mungkin tidak terlalu populer di kancah pertelevisian Nasional. Dia adalah reporter lapangan yang luar biasa tangguh. Saya telah mengetahuinya sejak sekitar awal tahun 2009, dan langsung menjadikannya sebagai idola saya saat itu juga. Pada tanggal 8 Agustus 2009, dia dengan beraninya terjun langsung dalam arena tembak-tembakan antara densus 88 dengan seseorang yang diduga buronan kasus terorisme saat itu, Noordin M.Top, di dusun Beji, Temanggung. Pada saat itu, dialah satu-satunya jurnalis wanita yang begitu dekat dengan titik pusat arena penyergapan tersebut. Kemudian pada HUT kemerdekaan RI tahun yang sama, dia dengan berani menuruni jurang yang curam di gua Grubug, Gunung Kidul, untuk meliput upacara pengibaran bendera di dalam gua tersebut. 

Kisah heroik Lalita tak berhenti sampai di situ. Lalita berulang kali kemudian meliput berbagai kejadian penangkapan teroris lain, dan itu membuatnya sering disebut sebagai ‘reporter spesialis teroris’. Pada saat Merapi menggeliat pada periode Oktober-November 2010 yang lalu, Lalita (lagi-lagi) dengan beraninya berkali-kali mencoba mendekati daerah zona berbahaya di sekitar puncak gunung berapi teraktif di dunia tersebut. Dia juga pontang-panting meliput evakuasi para pengungsi Merapi saat itu, mulai dari saat para penduduk masih di kampungnya di sekitar Merapi sampai di pengungsian. Pada masa inilah nama Lalita makin melambung di dunia jurnalisme Indonesia, dan jumlah fans-nya semakin berlipat. Soal fans inilah yang akan saya bahas lebih lanjut. 

Saat ini jumlah friends Lalita di facebook adalah sekitar kurang lebih 4100 orang teman. Kemudian jumlah fans di page-nya di situs jejaring sosial yang sama, berjumlah sekitar 3000 fans. Jumlah ini bahkan mengalahkan para seniornya di metro tv seperti Fessy Alwi yang memiliki jumlah fans sebanyak 1900-an orang, kemudian Zelda Savitri (1400-an fans), hingga Fifi Aleyda Yahya dengan 640-an fans. Lalita juga telah mengalahkan sejumlah reporter atau presenter berita tv lain yang telah lebih dahulu terkenal seperti Rosiana Silalahi (2100-an fans), Indy Rahmawati (7000-an fans+friends, sama dengan Lalita), sampai Nova Rini (jumlah hampir sama). Bahkan jumlah fans Lalita mendekati reporter senior metrotv yang kini menjadi anggota DPR, Meutya Hafid, dan wartawan internasional, Desi Anwar. Belum lagi ditambah follower twitter-nya yang dalam kurun waktu kurang dari enam bulan telah memperoleh 1109 followers. Padahal, kalau mau dinilai secara objektif, mungkin presenter-presenter berita tadi wajahnya boleh dibilang lebih rupawan. Kecerdasannya juga lebih nampak. Sementara kalau dasarnya adalah jilbab, banyak reporter lain yang juga berjilbab. Lalu, kenapa Lalita bisa mendapat begitu banyak penggemar? Daya tarik interpersonal (interpersonal attraction) adalah salah satu jawabannya. 

Secara teoritis, interpersonal attraction dapat diartikan sebagai seseorang atau kelompok yang cenderung untuk dievaluasi secara positif, cenderung didekati, dan didekati dengan perilaku positif juga (Brigham, 1991). Daya tarik tak melulu bicara soal fisik. Donn Byrne menyatakan sebuah law of attraction (hukum daya tarik) yang isinya menyatakan bahwa daya tarik seseorang terhadap orang lain salah satunya bergantung pada proporsi reinforcement positif yang dia berikan. Reinforcement artinya adalah penguatan. Penguatan positif bisa berupa kesamaan antara ‘dia’ dengan ‘saya’, ataupun bagaimana kemungkinan ‘saya’ akan mendapatkan peningkatan konsep diri atau reward emosional serupa lainnya ketika berinteraksi dengan ‘dia’. 

Dalam kasus Lalita Gandaputri ini, salah satu hal yang membuat wanita asal Trenggalek (Jawa Timur) ini menjadi menarik karena dia dipandang sebagai representasi masyarakat umum. Bagaimana dia seringkali terjun ke lapangan secara langsung dan sporadis, berhubungan secara supel dengan masyarakat, kemudian ditunjang penampilannya yang sederhana namun tetap smart, membuat masyarakat awam kebanyakan akan melihat Lalita sebagai bagian dari mereka. Berbeda bila mereka melihat presenter-presenter studio, yang nampak lebih unreachable dalam banyak hal. Kesederhanaan, keceriaan, dan keberanian Lalita justru membuatnya menjadi lebih menarik dan charming

Bagaimana Lalita seringkali begitu ekspresif dalam membawakan berita, juga dapat memberikan harapan pada penontonnya, bayangan bahwa Lalita akan menanggapi mereka secara positif dan antusias seandainya bertemu atau berkomunikasi. Reward yang ini berhubungan juga dengan faktor lain penyebab seseorang memiliki daya tarik interpersonal, yaitu ‘mood’. Dengan kata lain adalah pembawaan. Lalita memiliki kemampuan membawakan dirinya nampak begitu menyenangkan bagi orang lain dan membuat orang merasa nyaman bila di dekatnya. Berbeda dengan kebanyakan presenter berita yang bagi orang awam seringkali dianggap terlalu serius.  

Sekilas, kajian ini nampak hanya bermaksud memuji-muji seorang Lalita Gandaputri. Sebenarnya tidak juga. Analisa di atas dapat diterapkan juga pada banyak tokoh lain, atau bisa juga digunakan sendiri oleh kita untuk dapat menjadi orang yang memiliki daya tarik bagi orang lain. Terlepas dari semua itu, untuk mbak Lalita Gandaputri, saya mau menyampaikan sesuatu dalam bahasa gaul : “Sumpah, gua nge-fans banget sama lo!” 

sumber pustaka :
Brigham, J.C.(1991).Social Psychology.NY:Harper Collins

7 komentar:

  1. Tak sengaja menemukan blog ini saat saya browsing foto Lalita Gandaputri di google.co.id. Muncul foto itu, dan saya klik.
    Terimakasih atas analisis mas Joe.

    BalasHapus
  2. wah, sy gak nyangka mb Lalita bakal gak sengaja membaca ini. maaf ya mb misalnya ada salah2 kata di tulisan ini. sama2 terima kasihnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Koreksi.. Bukan asal Trenggalek tetapi pernah tinggal di Trenggalek dari batita sampai SMA. Kemudian kembali ke daerah asalnya, Yogyakarta.

      Hapus
  3. heheh...ternyata di kunjungi langsung sama yg dibicarakan..

    mantabh mas Joe, sepakat..

    Re Follow ya mas :)

    BalasHapus



  4. Reinforcement positif.

    Contoh lain:
    Roy Suryo.


    bWAkaKAk ....

    BalasHapus
  5. gk sengaja buka buka google nemu article ini (too late response ya..he..)tapi boleh ditambahi.....lalita itu kesehariannya sebelum jadi presenter cewek yang super enerjik kelewat enerjik malah, gak bisa jalan lambat, berani say no ke siapapun kalau dia pikir emang harus say no.(agak judes si......he....peace mb lolita)tapi justru kejudesan dia yang membuat dia keliatan berkharisma. and ini subjective saya sangat subjective kalau dari dekat mirip dengan Maudy Ayunda

    BalasHapus
  6. Kalau Maudy Ayundanya.. Sy ga merasa mirip. Sy mirip sm Salma Hayek ..

    BalasHapus