Halaman

Kamis, 10 November 2011

Pahlawan Harian


Saya sangat salut, bahkan amat sangat iri terhadap mereka yang terjun ke berbagai bencana alam yang terjadi entah di mana pun itu, apalagi di Indonesia. Saya begitu menaruh simpati yang tinggi kepada para relawan yang mengorbankan diri mereka, waktu, harta, bahkan nyawa mereka untuk menolong para korban. Sungguh, dalam hati kecil saya yang paling dalam, saya sangat ingin menjadi seperti mereka. Mereka adalah orang-orang yang saya yakini akan mendapat tempat yang layak kelak di surgaNya Allah, selama mereka ikhlas. Dan karena itu saya selalu ingin seperti mereka.

'Berbagi Senyum untuk Merapi' (senyum community)
Tapi apa daya, saya orang yang cenderung lemah fisik dan kadang penakut, jadi kurang dapat terjun terlalu banyak di lapangan. Pada saat gempa Bantul 2006 dan erupsi Merapi 2010 yang lalu, saya baru terjun di saat bencana usai, dan lebih banyak menangani trauma pasca bencana. Saya merasa itu masih kurang, amat sangat kurang. Teman-teman saya banyak yang terlibat sejak awal, apalagi pada bencana merapi kemarin, di mana  banyak yang menginap lama bersama dengan para pengungsi untuk membantu mereka. Hingga kini, saya selalu menyesal tiap kali mengingat bahwa saya tidak berbuat banyak untuk mereka para korban bencana alam.

Akan tetapi, saya kemudian tersadar. Saya tidak perlu terlalu menyesal juga. Oke, merasa bersalah karena tidak bisa menolong itu baik. Namun, menjadi tidak bagus juga apabila kemudian melupakan satu hal : Menolong tidak harus hanya pada saat terjadi bencana. Kita tengok bagaimana kondisi korban tsunami Aceh, gempa Bantul dan Padang, kemudian korban Merapi. Hingga saat ini masih banyak korban tsunami Aceh dan Bantul yang masih tinggal di barak-barak dan belum bisa dikatakan betul-betul pulih kehidupannya. Pada saat masa-masa awal hari H dan pasca bencana Merapi, bantuan terus mengalir bagai sungai abadi, bahkan hingga banyak yang mubadzir saking banyaknya. Tapi bagaimana setelah itu? 

Teman saya kemudian mengingatkan saya, bahwa yang terpenting dalam menolong korban bencana alam tidak hanya pada saat masa tanggap darurat hingga recovery. Kuantitas relawan dan bantuan logistik pada saat itu akan banyak sekali, dan para korban sendiri mungkin akan merasa ‘too much’. Menurut rekan-rekan saya, penanganan setelah itu menjadi penting lantaran sudah banyak relawan yang meninggalkan area pengungsi, karena memang tugasnya sudah selesai atau sebab lainnya. Dengan kata lain, yang lebih penting dalam mengatasi situasi pasca bencana terletak pada efektifitas manajemen penanganan bencana tersebut. 

Tidak perlu susah-susah, kita lihat saja bagaimana di sekitar kita masih banyak orang-orang yang bukan korban bencana alam, tapi sungguh mereka membutuhkan bantuan. Banyak orang miskin yang tidak mampu menyekolahkan anaknya dan tidak mampu berobat ketika mereka sakit keras. Banyak anak jalanan, di mana sebenarnya yang mereka butuhkan agar tidak ke jalanan hanyalah sebuah perhatian. Sekali lagi, sebuah perhatian. Banyak orang-orang jompo dan veteran di panti wredha, yang mereka seringkali berpikir bahwa mereka sudah tidak berdaya dan tidak lagi ‘dianggap’ oleh orang-orang sekelilingnya. Sekali lagi, mereka butuh perhatian. Dan tak terhitung jumlahnya anak-anak dhuafa, yatim, atau berkebutuhan khusus yang, lagi-lagi, hanya butuh perhatian dari kita. 

'Berbagi Senyum di Panti Asuhan' (senyum community)
Jadi, tidak perlu bersedih hati ketika kita tidak bisa atau tidak sempat menjadi ‘pahlawan insidental’ yang muncul di saat terjadi bencana alam. Jumlah pahlawan semacam itu otomatis akan melesat begitu terjadi bencana, dan tanpa perlu kita paksa-paksa, mereka akan bergerak dengan sendirinya ibarat ‘flash-mob dance’. Yang dibutuhkan Indonesia justru adalah ‘pahlawan-pahlawan harian’, pahlawan-pahlawan yang tidak hanya muncul di saat terjadi bencana thok, melainkan juga dalam kehidupan sosial sehari-hari. Bahkan, tidak harus memiliki uang yang melimpah ataupun nyali yang tak terbatas untuk dapat menjadi pahlawan jenis ini. Kita dapat memberikan bantuan dalam bentuk apapun, kapanpun, di manapun. Misalnya dengan memanfaatkan ilmu yang kita miliki, dengan mengadakan kegiatan rutin yang dapat memacu potensi yang dimiliki anak-anak dhuafa, anak jalanan, atau anak yatim, sehingga mereka dapat berkembang. Yes! Semoga saya bisa seperti itu. 
Bila anda juga ingin menjadi salah satu ‘pahlawan harian’ itu, maka saya sarankan anda untuk bergabung bersama kami di Senyum Community (hehehe, sekalian promosi boleh dong...).


Oh ya, satu lagi hal yang sangat penting : "Pahlawan bukanlah gelar, melainkan sikap," (@SenyumKita)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar