Halaman

Jumat, 22 April 2011

Asaku yang Tertinggal di Jakarta

Jakarta adalah sebuah kota besar, menjadi impian bagi siapa saja orang Indonesia yang ingin mendulang uang banyak, ingin jadi orang terkenal, ingin menikmati surga dunia deh pokoknya. Itu adalah sebuah paradigma, sebuah pola pikir yang ada di benak setiap orang di berbagai daerah di Indonesia dari sejak jaman Bung Karno dulu. Menurut pandangan orang-orang di provinsi-provinsi lain di luar DKI, pergi ke ibukota sama saja sebuah harapan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak, daripada terus-menerus hidup di tempat asal. Tapi, apakah paradigma itu masih berlaku ?

Ketika tulisan ini saya ketik, saya belum lama merasakan menjadi sarjana. Dalam rentang waktu yang sama sejak saya wisuda hingga menulis ini, sudah banyak sekali teman-teman saya, dari teman SMP, SMA, sampai kuliah, yang kemudian mengadu nasib, bekerja di Jakarta. Sementara saya sendiri ? Sempat (dan mungkin masih) terpikir untuk bekerja di sana. Saya adalah seorang pemuda, masih memiliki masa depan (InsyaAllah), dan masih punya harapan untuk dapat meraih mimpi-mimpi saya. Sebagian mimpi-mimpi itu ada di Jakarta. Begitupun dengan sebagian cinta saya, ada yang masih tertinggal di Jakarta.

Akan tetapi, Jakarta tetaplah sebuah kota di dunia, bukan sebuah tempat di surga. Karena itu Jakarta masih memiliki banyak kelemahan yang membuat sebenarnya dia tidak cocok untuk sebagian orang dengan tipe dan karakter tertentu. (Hmm..barangkali dari tadi orang Jakarta yang membaca tulisan ini sudah membatinnya). Jakarta adalah kota yang keras (betul kan?), sangat ‘time is money’ oriented. Siapa cepat, dia dapat. Tidak akan cocok bagi orang-orang yang sebenarnya tidak begitu ambisius, orang-orang yang mengutamakan keamanan daripada mengambil resiko, orang-orang yang bekerja dengan impulsif atau ‘yang penting kerja’. 

Barangkali orang-orang Jakarta yang saat ini membaca tulisan ini, bisa memberitahukan kepada saya, jikalau saya ada kesalahan. Jikalaupun saya benar, maka wahai orang-orang Jakarta yang membaca tulisan ini, beritahukanlah kepada saya : “apakah saya cocok dengan Jakarta ? dan bagaimana dengan cinta saya yang ada di sana ?” Ah, saya mungkin lebih baik mengharapkannya pulang, mari menghabiskan waktu dengan saya di sini (Jogja) saja, atau di kota lain. Ataukah mungkin suatu saat nanti saya akan membaca kembali tulisan ini dari sebuah rumah saya di Jakarta ? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar