Halaman

Jumat, 28 Februari 2014

Dicari : Ponirah


Saat ini saya tengah dipusingkan oleh mencari pengasuh untuk putra saya yang masih bayi. Mencari pengasuh yang ideal (atau setidaknya sedikit di bawah ideal) : jujur dan telaten, ternyata sangat sulit. Saya sudah minta dicarikan melalui ibu saya, dengan menghubungi teman-temannya, tapi tidak ada. Blusukan juga sudah dijalankan ke dusun-dusun di pelosok Gunung Kidul Jogja, tapi tetap tidak ditemukan calon PRT yang sesuai dengan kriteria kami. Demikian sulitnya mencari di kampung, apalagi mau mencari di sekitar tetangga saya di Bekasi sekarang. Sementara di sisi lain, saya juga mendapat cerita dari dua teman sekantor saya yang memperoleh PRT yang ‘aneh-aneh’. Yang satu, kebanyakan request tapi kerjanya nggak jelas. Yang satu lagi, ternyata diam-diam memprovokatori teman saya dengan mertuanya. Akhirnya, kedua PRT itu hanya bertahan tak sampai tiga hari di rumah teman-teman saya tersebut. Kasus ini membuat saya makin bingung mencari calon PRT.

Sulitnya mencari PRT seperti dewasa ini, sejatinya tidak terjadi pada era 1980 hingga 1990-an lalu. Pada saat itu, masih sangat banyak warga di pelosok desa, khususnya wanita, yang mau dan bersedia menjadi asisten rumah tangga ataupun pengasuh anak, walaupun dengan gaji yang seadanya. Bahkan kualitas mereka pada saat itu boleh dibilang bagus. Contohnya pada keluarga saya pribadi.
Dulu ketika masih TK, saya diberikan seorang pengasuh bernama mbak Ponirah. Mbak Ponirah sekaligus juga menjadi asisten yang membantu berbagai pekerjaan rumah ibu saya. Mbak Ponirah hingga sekarang, sudah menikah dan memiliki 2 orang anak, masih bekerja di rumah ibu saya meski telah mengontrak rumah sendiri. Sementara ketika dulu adik saya balita, ibu saya juga mendatangkan lagi PRT lain, yaitu mbak Yanti. Mbak Yanti ini bekerja hingga sekitar 8 tahun lamanya, sebelum akhirnya menikah dan pulang kampung. Hingga detik ini, keluarga kami selalu merindukan sosok PRT seperti mbak Ponirah dan mbak Yanti.

Mbak Ponirah dan mbak Yanti disukai oleh ibu saya dan bisa bertahan lama adalah dikarenakan mereka memiliki komitmen, telaten, jujur, dan pekerja keras. Tipikal PRT seperti inilah yang mulai jarang ditemui. Kualitas dalam hal pekerjaan mungkin meningkat. Namun dalam hal kepribadian, nampak adanya penurunan. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini. Kebanyakan remaja dan pemuda yang berasal dari daerah dewasa ini lebih cenderung berminat bekerja di sektor industri ketimbang bekerja di sektor rumah tangga.
Pada umumnya bekerja di perusahaan atau institusi memiliki jam kerja serta tingkat kesulitan yang lebih rendah daripada bekerja di rumah orang, namun memiliki nilai upah yang lebih tinggi. Tidak heran jika akhirnya lebih banyak yang memilih mengais rejeki di ranah tersebut. Kalaupun ada yang mau menjadi asisten rumah tangga, biasanya yang bersangkutan akan menetapkan standar upah minimal yang tinggi. Fenomena semakin tingginya jumlah pelamar menjadi TKI ke luar negeri mengindikasikan hal tersebut. Salah satu dampak negatifnya, banyak pihak tidak bertanggungjawab yang kemudian memanfaatkan intensi para pemuda desa ini, yang bisa dilihat dari banyaknya kasus penipuan seperti human trafficking, penyekapan, hingga penelantaran calon TKW oleh agen ilegal.


Saya pribadi belum menemukan solusi yang tepat terkait fenomena langkanya PRT ini, mengingat saya sendiri pun belum berhasil menemukan asisten untuk keluarga saya. Namun, apabila kita bercermin dari dunia barat yang maju itupun tidak mendapati kesulitan dalam mencari asisten rumah tangga ini. Sementara negara-negara Asia, baik Timur Tengah, Asia Timur, hingga para tetangga ASEAN, kini lebih banyak mengimpor dari negara kita. Apabila fenomena ini berlanjut, bukan tak mungkin ke depannya para pekerja rumah tangga kita semuanya berorientasi ke luar negeri, sementara rumah-rumah tangga di dalam negeri, keluarga kaya sekalipun, akan tidak memiliki asisten rumah tangga. Dan hal ini jelas akan sangat merepotkan. Mungkin ada yang tahu bagaimana negara-negara Eropa dan Amerika Latin bisa mempertahankan ketersediaan asisten rumah tangganya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar