Beberapa bulan belakangan muncul fenomena joget yang
begitu booming di Indonesia, yang sering disebut sebagai ‘Goyang Cesar’. Goyang
cesar mulai dipromosikan dalam acara Yuk Kita Sahur yang ditayangkan oleh Tr*ns tv pada bulan Ramadhan lalu. Mungkin pihak tr*ns tv sendiri tidak pernah menyangka bahwa goyang cesar
bakal begitu digemari oleh khayalak ramai di seluruh penjuru tanah air.
Saya pribadi kurang sepakat ketika banyak di antara
teman-teman saya di social media yang bersikap sinis terhadap joget ini. Sejak
awal kemunculannya, jujur saya menikmati joget ini. Melihat perkembangannya
kemudian yang makin digemari oleh masyarakat, saya berpikir bahwa joget ini
sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk promosi kesenian dangdut Indonesia ke dunia
internasional. Misalnya melalui perwakilan-perwakilan PPI (pesatuan pelajar
Indonesia) yang tersebar di berbagai negara, yang kemudian melalui media
youtube, flashmob, atau semacamnya mempromosikan joget ini. Bayangan saya,
joget ini tidak hanya akan menduniakan budaya Indonesia, tapi bahkan bisa
mengalahkan fenomena Gangnam style.
Hanya saja, yang saya sayangkan, belakangan ini segala
bentuk promosi joget ini lebih banyak cenderung ke arah komersialisasi. Berbagai pihak lebih sering menggunakan joget ini untuk
menarik keuntungan belaka bagi usahanya. Di samping itu, juga timbul persaingan
yang tidak sehat antar stasiun tv. Begitu goyang cesar booming, masing-masing
stasiun tv seperti berlomba-lomba menciptakan jogetnya sendiri, demi keuntungan
bisnisnya masing-masing tentunya.
Fenomena ini sungguh bukan yang saya harapkan. Dalam hal ini
saya sama sekali bukannya membela tr*ns tv. Seandainya yang pertama kali
memperkenalkan goyang cesar itu adalah r*ti, s*tv, a*tv, atau yang lainnya,
saya tetap akan mendukungnya. Ketika ada suatu karya seni yang itu mengandung
unsur yang kental akan budaya bangsa, dan kemudian booming, mestinya seluruh
media massa yang ada mendukung karya tersebut dan membantu promosinya ke dunia
Internasional.
Hal inilah yang dilakukan seluruh stasiun tv di Korea Selatan
terhadap Gangnam Style, hingga menyebabkan dance tersebut terkenal ke seantero
jagat. Tak peduli dari stasiun tv atau manajemen artis mana si Psy (penyanyi
Gangnam style) berasal, ketika Gangnam style mulai populer dan dikenal di luar
negeri, berbagai stasiun tv dan manajemen artis Korea yang lain lantas turut
mendukungnya.
Apakah berarti saya melarang stasiun-stasiun tv lain untuk
menciptakan joget juga? Tentu saja tidak. Itu hak masing-masing. Lho, saya juga suka kok dengan joget yang lain, seperti goyang campur-campur a*tv ataupun goyang gaspol r*ti. Kalau ada
stasiun tv lain yang punya joget dangdut versi lain, ataupun karya seni lain
yang juga berunsur budaya lokal, dan ternyata booming, maka stasiun-stasiun tv
lain juga mesti mendukungnya, begitu seterusnya. Malah kalau seperti itu,
justru bakal makin banyak macam karya seni Indonesia yang dipromosikan di luar
negeri, dan secara tidak langsung nama Indonesia makin terkenal dalam kancah
Internasional. Jadi, maksud saya di atas adalah, yang terpenting ‘perlombaan
joget’ ini tidak lantas hanya untuk tujuan komersil semata. Semoga saja
demikian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar