Pernahkah anda
melihat capung cebok? Kita seringkali melihat capung, atau orang Jawa
menyebutnya kinjeng, di sekitar rumah kita, sedang hinggap di dahan atau ranting
pohon. Hanya sebentar, beberapa detik saja, kemudian segera terbang kembali. Saya tidak tahu apakah yang
dilakukannya itu betul-betul ‘cebok’ alias membersihkan kotorannya, ataukah
bukan. Tapi adik ipar saya sering menggunakan analogi ini untuk menyindir orang
yang melakukan
sesuatu dalam waktu yang sangat cepat. Seperti misalnya ketika anaknya atau
anak saya baru saja tidur, sebentar sudah terbangun kembali, maka adik ipar
saya tersebut akan berkata “loe tidur kayak capung cebok aja.”
Kita sering
mendengar peribahasa “Hidup itu hanyalah ibarat mampir minum.” Peribahasa ini
bermaknakan bahwa hidup yang kita jalani di dunia ini hanya sekejap saja,
sementara kehidupan yang abadi adalah di akhirat kelak. Pensimbolan mengenai
waktu hidup di dunia yang hanya sebentar ini, bisa jadi mirip-mirip dengan
ungkapan ‘capung cebok’ tadi. Bahkan, menurut saya, justru lebih tepat.
Apabila kita
mengibaratkan hidup sebagai ‘mampir minum’, itu berarti hidup ini hanyalah
sebagai prasarana untuk memuaskan hasrat serta kebutuhan kita semata. Sementara
tugas kita sebagai manusia di dunia ini bukanlah itu. Kehidupan manusia di dunia
ini adalah sebagai jembatan penghubung ke kehidupan abadi di akhirat, di mana
di sana nanti kita akan dihadapkan pada pilihan surga dan neraka yang
kesemuanya bergantung dari apa yang telah kita lakukan selama hidup di dunia.
Manusia tidak mungkin luput dari yang namanya dosa, kesalahan, dan semacamnya.
Namun apabila kita berhasil dalam ‘membersihkan’ diri kita dari hal-hal
tersebut, maka dapat memperlancar jalan kita menuju surga. Sementara apabila
kita kurang bersih dalam ‘membersihkan’ diri kita, maka kita sangat mungkin
dimasukkan ke dalam neraka. Kata-kata ‘membersihkan’ di atas dapat kita
asosiasikan dengan ‘cebok’. Mengingat waktu hidup di dunia yang amat sangat
sebentar itu lah, maka aktivitas pembersihan diri kita dari dosa tersebut dapat
diibaratkan seperti capung yang sedang cebok.