Kemenangan
partai Ikhwanul Muslimin di Mesir, Hamas di Palestina, Partai Islam di Turki,
hingga Ahamdinejad di Iran, sejatinya membawa angin segar bagi kebangkitan
Islam di dunia. Penegakan nilai-nilai Islam dan dakwah, akan menjadi lebih
mudah dengan berada di lingkup kepemimpinan. Negara-negara tersebut di atas
telah membuktikannya. Dampak positif mulai dirasakan. Turki kini berkembang
semakin maju justru setelah nilai-nilai sekuler makin tergerus dan rakyatnya
mulai kembali pada Islam. Demikian pula Palestina, yang akhirnya berhasil
memerdekakan dirinya dan mendapat pengakuan PBB, setelah berpuluh tahun lamanya
terjajah oleh kezaliman Israel. Padahal dulu mereka punya tokoh perdamaian
semodel Yasser Arafat, tapi nyatanya model pendekatan kompromistis yang
diterapkannya kurang berhasil.
Namun,
segala fenomena di atas nampaknya tidak berlaku di Indonesia. Di Negara ini,
ada satu partai yang dikenal sebagai partai dakwah. Saya mempercayainya, dan juga percaya bahwa mereka bersih, karena
saya kenal dekat dengan sejumlah kadernya dan mengetahui seperti apa
sistem kaderisasi serta konsep politik mereka. Tapi, jujur, dari dulu saya
sangat kasihan sama partai yang satu ini. Mereka selalu difitnah. Bukan sering,
tapi selalu. Mereka senantiasa dictrakan buruk oleh media massa, hampir semua
media malah. Di partai-partai lain, kalau ada satu, dua, bahkan beberapa orang
kadernya di legislatif atau di manapun yang tersangkut kasus korupsi, partainya
dan juga kader-kader partai itu yang lain tidak akan terkena imbasnya. Namun,
khusus untuk partai dakwah ini, jika ada satu saja (catet : satu!) kadernya
yang tersangkut sebuah kasus, entah itu benar atau tidak tuduhannya, maka seluruh
kader partai ini di seluruh Indonesia akan ikut jelek namanya. Saya gak tahu
kenapa bisa begitu. Kasihan memang, ckckckck.
Di
Indonesia ini, omongan artis akan lebih didengar daripada perkataan ahli agama.
Media jauh lebih dipercaya daripada hukum sekalipun. Hal ini berbeda dengan di
negara-negara maju di Amerika atau Eropa, di mana masyarakatnya relatif lebih
kritis terhadap media. Tak heran jika segencar apapun media di sana memfitnah
Islam dengan isu terorisme, ekstrimisme, dan sebagainya itu, namun jumlah
penduduknya yang beragama Islam dan yang masuk Islam terus meningkat tiap
tahunnya.
Berdakwah
di negara Republik Indonesia ini sepertinya malah lebih sulit daripada masa
Rasulullah dulu. Bangsa Quraisy dulu tak mau mendengarkan, bahkan memerangi
Rasulullah karena beliau mendakwahkan sesuatu yang betul-betul baru bagi
mereka, sehingga agak wajar jika sulit bagi mereka untuk menerimanya. Namun,
rakyat Indonesia mayoritas adalah Muslim, sudah memeluk Islam sejak lahir.
Justru karena merasa sudah Islam itulah, kita jadi lebih sulit untuk didakwahi.
Kita akan menjawab orang lain yang mengajarkan Islam kepada kita itu dengan “sok
tahu!”, “saya sudah tahu itu dari dulu!”, “ah, fanatik kamu!”, “kalau beragama
itu yang biasa-biasa aja lah”, “orang Islam kok kayak gitu”, dsb.dsb.
Sampai
tulisan ini diangkat, ketua umum Partai dakwah yang saya sebutkan tadi sedang
ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK dalam kasus suap impor daging sapi. Entah
yang bersangkutan betul-betul melakukan tindak pidana tersebut atau tidak, yang
jelas saya hanya menyarankan agar partai itu bubar saja! Percuma, mayoritas masyarakat
sulit untuk percaya lagi. Susah, karena bapak-ibu sekalian tidak punya media
massa seperti sejumlah partai lain, jadi gak bisa mengarahkan opini publik. Sudahlah,
ini Indonesia, bukan Mesir, Turki, apalagi Palestina. Saya haqqul yakin akan kekuasaan Allah SWT, dan sama sekali tidak suudzon kepadaNya. Namun, negara kita
tercinta ini yang sepertinya memang tidak mau mendapat hidayah. Jadi, jika
bapak-ibu sekalian mau berdakwah, maaf, bukan di sini tempatnya!