Halaman

Tampilkan postingan dengan label tips-tips. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tips-tips. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 20 April 2013

Tips Agar Sandal Anda Tidak Hilang di Masjid



Kehilangan sandal atau sepatu di masjid adalah hal menyebalkan yang bisa dialami siapa saja. Namun, ini bukan berarti kemudian menjadi alasan untuk tidak ke masjid, karena bagaimanapun ini hanyalah ulah sebagian oknum yang melihat masjid sebagai ruang publik yang, bagi mereka, memiliki celah untuk bisa mencuri alas kaki.
Sekali lagi, anda tidak perlu menyalahkan siapapun, apalagi sampai enggan ke masjid untuk beribadah atau beraktivitas lain. Karena, sebenarnya masih banyak cara untuk mencegah agar alas kaki kita tidak dicuri orang ketika kita menaruhnya di halaman masjid. Berikut beberapa tips yang mungkin bisa anda terapkan :

1.  Menitipkan ke tempat penitipan sandal
Saya pikir ini adalah cara yang umum dan memang relatif aman. Sayangnya, tidak semua masjid memiliki fasilitas ini. Jika masjid anda tidak memilikinya, maka anda bisa menggunakan tips berikutnya.

2.  Letakkan di dekat sandal/sepatu yang nampak lebih bagus
Logikanya simpel. Si (calon) maling umumnya akan lebih memilih barang yang lebih bagus. Apalagi dalam kondisi harus mencuri secara cepat karena keburu ketahuan, maka pemilihan yang si maling ini lakukan akan terjadi secara otomatis. Otomatis artinya, otak dan matanya akan langsung menangkap alas kaki yang nampak lebih bagus, untuk langsung diambil/dipakai secepat mungkin lalu kabur.

3.  Antara yang sebelah kanan dan kiri letakkan berjauhan
Misalnya, sandal yang sebelah kiri anda lepas di dekat motor anda, kemudian baru yang sebelah kanan anda lepas di depan pintu masjid. Atau yang kiri di dekat tempat wudhu, yang kanan beberapa meter dari situ. Pokoknya yang penting jangan bersebelahan. Ingat, jangan ada yang melihat anda melakukan ini, karena bisa jadi yang melihat itu adalah si (calon) maling sandal.
Menurut saya, ini adalah cara yang paling efektif dan terbukti aman. Dalam kondisi harus berpikir dan bertindak cepat seperti yang saya jelaskan di atas, tentu si (calon) maling tidak mau repot-repot dan berlama-lama mencari pasangan dari sebuah sandal/sepatu, yang mana dia temukan hanya sebelah saja. Mata dan tangannya akan segera beralih ke alas kaki lain yang lebih mungkin dan lebih mudah untuk dapat dicuri secara cepat.

Nah, sekarang terserah anda mau pakai cara yang mana. Yaaah, kita juga doakan saja semoga maling-maling sandal itu cepat insyaf. Di rumah Allah kok ya masih bisa-bisanya melakukan tindak kejahatan, Astaghfirullah...

Senin, 27 Februari 2012

4 Tips Mudah Merawat Printer


oke, gw gaptek. Gara2 ke-gaptek-an gw itu, gw jadi sering bermasalah sama yang namanya printer. Tapi justru karena sering bermasalah itulah, sedikit demi sedikit gw mulai ngerti gimana caranya biar printer jadi awet dan gak rusak. Belajar dari pengalaman lah istilahnya. Berikut ini beberapa tips dari gw :


1.  Menggunakan printer secara berkala
Gak cuma minum obat atau rapat, memakai printer juga butuh schedule. Minimal 2 kali seminggu printer loe kudu dipake. Jangan kira kalau printer dianggurin lama-lama bakal bikin mereka awet. Salah besar, cyiiin! Itu malah bakal bikin tinta yang ada di nozle head jadi kering, dan alirannya jadi gak lancar.

2.  Sering-sering bersihin printer
Jelas, barang elektronik apapun itu, kudu sering-sering dibersihin. Karena kalo gak, barang-barang halus macam debu atau kotoran-kotoran lain bisa masuk ke mesin dan merusak segalanya (lebay.com). Khusus untuk bersihin printer, jangan pake lap yang basah, lebih baik pake tisu atau vacum cleaner kecil. Terutama yang perlu dibersihin adalah chip atau head cartridge, dan juga wastepad ink tank alias tempat penampungan limbah tinta karena bisa luber dan ngerusak motherboard printer. Bisa juga bersihin lewat software-software seperti clean head atau diagnostic tool.

3.  Hati-hati mengganti cartridge
Ini salah satu masalah yang paling sering gw alami : cartridge gak berfungsi dengan baik. Hati-hati dalam mencopot pasang cartridge. Begitu buka cover, tunggu sampe tuh cartridge bergerak terus berhenti di tengah. Begitu diem tuh, baru dah kite copot tuh cartridge. Terus waktu masang lagi, posisinye di-pas-in dulu ye, sampe bener. Habis ntuh, baru kita tutup lagi covernye (kenapa jadi bahasanya Yusuf Mansyur begini?). Usahain pake tinta yang asli. Kalau nge-refill sendiri, jangan sampai luber, jadi hasil printnya gak karuan (pengalaman nih!).

4.  Hati-hati masukin kertas
Pas masukin kertas, pastiin kertasnya halus dan gak kelipat-lipat atau ketekuk-tekuk. Karena jika nyangkut, bisa ngerusak roller printer atau malah ada sobekan kertas yang ketinggalan di dalam. Kalau sampai kejadian kertasnya macet (sering kan?), matiin dulu printernya dengan menekan tombol off. Kalau terpaksanya gak off, cabut aja kabelnya. Habis printer mati, tarik kertasnya pelan-pelan – dan hati-hati - searah jalan keluarnya kertas.

Oke, sekian tips-tips dari gw, kalau printer loe masih rusak juga, ya udah deh serahkan pada ahlinya aja alias tukang servis terdekat J terima kasih.

Minggu, 22 Januari 2012

Tips-tips Agar Presentasi Sukses


Boleh jadi gw emang orang yang kurang pinter ngomong. Kata banyak orang gw kadang kalo ngomong suka gak jelas, apa yang diucapin. Tapi lain ceritanya kalau soal bicara di depan orang banyak, seperti presentasi, pidato, atau pertunjukkan seni. Seringkali penampilan gw dianggap berhasil oleh orang lain. *songong dikit boleh dong, hehe* Yaah walaupun mungkin sebenernya gw yakin gw sendiri masih banyak kekurangan soal ngomong di depan umum, tapi gak ada salahnya kalau gw sedikit berbagi apa yg gw pelajari selama ini dari pengalaman-pengalaman gw. Kali-kali aja, bisa bermanfaat, Amiin.
Nah, ini dia tips-tips buat loe-loe pada yang mau tampil ngomong di depan orang banyak :


Tahap Persiapan
1. Pertama-tama, loe mesti tahu dulu, apa yang bakal loe omongin. Nggak harus menguasai total, yang penting setidaknya loe paham point-point pentingnya. Cari bahan-bahan dari sumber yang tepat.
   Ingat, jangan sekali-kali plagiat atau copas dari tempat orang lain. Gimanapun kalo loe ngambil punya orang, sebagaimanapun loe paham, loe gak bakalan bisa menyampaikannya dengan baik. Kenapa? Karena loe gak tahu gimana proses orang yang bikin itu selama membuatnya. Tapi kalau loe yang bikin sendiri, loe jadi bisa tahu mana yang loe paham dan mana yang gak. Jadinya loe bisa bener-bener milih mana yang bisa dan perlu disampaikan dan mana yang gak.

2.  Persiapan selanjutnya, soal mental. Ini yang paling penting, man!
    Loe mesti membuang semua pikiran-pikiran negatif seperti misalnya, “aku belum hafal,” , “ntar audience bakal mikir apa ya tentang aku?” , “duh, takut salah nih!” , “ntar kalau aku dimarahi, gimana?” , “kayaknya gagal nih..”, dsb. dsb.  
    Susah? Pikiran negatifnya gak juga ilang? Paham deh, emang gak gampang, dan seringkali saran macam gini disangkal orang. Yang jelas, kalau gw misalnya sebelum tampil merasa ada yang salah, atau belum siap, atau misalnya tiba-tiba pikiran negatif muncul gak terkontrol, maka cuma satu hal yg biasa gw lakuin : CUEK. Gw bakal berpikir, “Peduli amat dengan mereka mau ngomong apa. Kalau misalnya disalahin, ya udah diterima aja. Kalau misalnya bisa njawab ya dijawab. Yang penting gw gak ngelakuin sesuatu yang menyinggung mereka.” Ya udah, gitu aja. Toh resikonya dari salah dikit di presentasi kita, itu lebih kecil daripada kalo kita grogi sehingga gagal total dalam presentasi kita.

3. Nggak kalah urgent, sebelum tampil di mimbar atau panggung, adalah soal fisik. Pastiin loe gak habis minum banyak-banyak sebelum presentasi, apalagi kalau loe orangnya beser.
    Sebelum masuk ruangan atau naik mimbar, tarik nafas panjang, lalu keluarkan lewat mulut. Kelihatanya tips ini biasa, tapi jangan diremehkan, karena nafas yang teratur bisa menjauhkan kita dari deg-degan. Nah, antara ngatur nafas ini sama menghilangkan pikiran negatif tadi, bisa loe atur-atur sendiri, mau yang mana dulu. Intinya adalah yang penting loe bisa rileks.

4. Banyak pemberi tips atau pakar yang ngasih saran ke kita untuk banyak-banyak melakukan latihan sebelum tampil (apapun itu) di depan publik. Tapi, kalau gw sih termasuk orang yg mungkin kurang begitu sepakat. Bagi gw, terlalu banyak latihan biasanya justru bikin kita tambah tegang. Kenapa? Karena kita jadi menganggap bahwa itu adalah sebuah presentasi yang amat sangat penting, hidup mati bahkan. Akibatnya, ya grogi itu tadi. Makanya kalau gw lebih suka sedikit latihan, dan pas semakin mendekati hari H atau waktu T, gw bakal gak latihan sama sekali dan me-rileks-kan diri. Itu biasanya cenderung berhasil bagi gw. Tapi, sekali lagi, yang ini cuma sekedar pendapat pribadi gw. Kalau loe mau tetap banyak latihan, gak masalah sih, bagus juga. Karena, tiap orang bakal berbeda dalam mempersepsi sebuah latihan.

Tahap Presentasi
1.  Berdoa. eits..jangan anggap sepele kekuatan doa ya, coy!

2. Pas loe maju ke depan, amat sangat mungkin loe bakal nemui masalah-masalah macam ini : mic mati, LCD tiba-tiba gak nyala, lupa bawa power point, sampai lampu mati. Lupakan nyalahin tim teknis acara yang bersangkutan. Apapun yang terjadi, gak usah dongkol, apalagi mikir “wah, gagal nih!” Gak perlu!
     Kalau emang segala kerusakan atau error yang terjadi itu bukan salah kita, ngapain mesti merasa bersalah, apalagi sampai bingung? Udah, jelasin aja ke auidence, bahwa ada kerusakan seperti ini, bla bla bla, udah cukup. Apa mereka bakal nyalahin loe? Gak bakalan! (kecuali kalau loe emang gak melakukan tips-tips pas ‘tahap persiapan’ yg gw kasih di atas. Itu lain cerita, itu baru salah loe sendiri!). Mereka pasti maklum lah. Jadi, lanjut aja presentasinya seperti biasa.
     Kalau power point gak ada atau LCD gak nyala, ya jelasin aja secara lisan. Kalau mic mati, ya mendekat ke audience, atau ngerasin suara semampunya. Gitu aja kok repot.

3. Selain mungkin terjadi error dari luar, error juga bisa dari diri loe sendiri, yaitu bisa jadi loe bakal ngalami ‘nge-blank’ tiba-tiba.
    Ah, tapi hal yang satu ini gw jamin gak seharusnya terjadi, asal loe melakukan tips ‘tahap persiapan’ yang point ke-2 (soal mental).
    Tapi, kalau dah terlanjur nge-blank, tenang, tetap ada tips-nya. Yaitu....sama persis seperti point yang kedua tadi! Udah, jelasin aja ke audience, kalau loe ada lupa bagian itu, atau terus terang aja kalau loe grogi, dan sebagainya. Gw jamin, kalau loe jujur, itu jauh lebih baik daripada kalau loe nutupi grogi dan lupa loe. Kalau loe gak terus terang, loe bakal semakin tegang dan akhirnya ya jadi tambah gak bagus, bahkan bisa kacau. Tapi kalau loe jujur, ceritain masalah loe ke audience, rasain aja deh, semua beban di dada dan kepala loe bakal keluar. Plong! Jadi, sekali lagi, kejujuran dalam presentasi itu bakal membantu banget.

Pasca Presentasi
Loe pasti sering dong, merasa gagal prsentasi. Ada perasaan bersalah begitu turun panggung. Justru itu bagus kalau menurut gw! Berarti kita jadi bisa evaluasi “Oh, tadi gw kurang di sini, salah di sini, besok mending begini aja,” dsb.

Oke? Dah, segera aja praktekkin tips-tips gw. Semoga sukses, jadi gw gagal menyesatkan anak orang. Hehehe. 

Rabu, 28 Desember 2011

3 Kunci Sukses Wirausaha Ala John Yusuf


Ini sama sekali bukan sebuah kesombongan. Lagipula, sombong dari mana, ini semua kan tentang bapak saya, sementara saya sendiri masih amat sangat jauh dari mampu mempraktekkan apa yang saya tulis ini (dan masih jauh dari kesuksesan beliau). Bapak saya ini sendiri pun, masih banyak lah pengusaha-pengusaha lain di Indonesia yang jauh lebih mapan dan berhasil daripada beliau.


Namun, karena kebetulan saya memiliki banyak teman, rekan, dan kenalan yang sedang merintis menjadi wirausahawan / entrepreneur, maka saya mencoba untuk men-share kan hal ini, siapa tahu bisa menjadi masukan yang cukup berarti. Bapak saya, John Yusuf, dulunya hanyalah seorang pemuda kurang mampu yang merantau dari Padang ke Jakarta. Menempuh pendidikan di ibukota, beliau hanya berbekal satu buah buku tulis yang diselipkan di saku seragamnya, tiap kali berangkat ke sekolah. Selepas SMA, beliau tidak melanjutkan kuliah. Beliau nyaris tidak punya keahlian apapun, termasuk sama sekali tidak bisa berbahasa Inggris dan tidak mengerti soal teknologi. Hingga akhirnya, menjadi presiden direktur sekaligus owner dari perusahaan-perusahaan distributor alat kedokteran bertaraf Internasional (dulu Synthes Indoraya dan Tilas Nusa Jaya, kini PT Sarana Orthotama). Kok bisa?
Berikut ini, beberapa pelajaran yang saya petik dari beliau :

1.    Belajar, Belajar, dan tetap Belajar

Seperti yang saya ceritakan tadi, bapak saya memulai usahanya tanpa modal apapun alias mulai dari nol besar. Dulunya, selepas sekolah beliau kemudian menjadi semacam salesman keliling di sebuah perusahaan distributor alat kedokteran (PT Elektromedika). Nah, dari situlah beliau diam-diam banyak mempelajari bagaimana mekanisme kerja di dalam perusahaan itu, bagaimana para manajernya mengelolanya, bagaimana hubungan dengan konsumen, persoalan teknisnya seperti apa serta bagaimana cara mengatasinya, dan lain sebagainya. Hingga dari hasil proses kegigihan dalam belajar tersebut, karirnya terus meningkat hingga menjadi general manager. Hingga kemudian, bapak keluar dari situ kemudian mencoba-coba mendirikan perusahaan sendiri dengan modal seadanya serta pinjaman dari pihak lain. Dari situ kemudian dia mulai mencari link, berpromosi, dan lain-lain yang intinya mulai mempraktekkan yang dia pelajari sebelumnya. Hingga kedua perusahaan yang dia dirikan itu (Synthes Indoraya dan Tilas Nusa Jaya) mampu terus berkembang. Dalam proses itu, dia juga masih tetap belajar.

Seperti yang sempat saya sebutkan sebelumnya, bapak tidak memiliki bakat atau keahlian apapun. Pun dengan pendidikan formal di bidang kedokteran. Namun, setelah beberapa lama bekerja di perusahaan bidang kedokteran itu, beliau merasakan passion-nya ada di situ. Beliau pernah menekankan kepada saya, bahwa dalam bisnis jangan sampai orientasi kita semata hanya mencari uang sebanyak-banyaknya. Asalkan kita passion, senang dengan yang kita kerjakan, maka rejeki akan mengalir dengan sendirinya. Lanjut soal belajar, bapak pun kemudian banyak belajar otodidak mengenai kedokteran, khususnya bidang orthopaedi yang menjadi lingkup bisnisnya. Beliau sering ikut masuk ke ruang operasi, melihat bagaimana proses bedah. Beliau sering berdiskusi dengan para dokter-dokter ahli, membaca buku, dan lain sebagainya. Jadilah beliau mengerti apa yang dibutuhkan oleh customer (yang sebagian besar dokter-dokter), sehingga tahu apa yang harus dilakukan.

Belajar di sini juga tentu saja termasuk belajar dari kegagalan. Beberapa tahun belakangan, perusahaannya sempat beberapa kali kolaps, bahkan nyaris tutup. Namun, bapak mempelajari kesalahan-kesalahan apa yang telah diperbuat, kemudian menggantinya dengan perbaikan sana sini, serta belajar untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Hingga akhirnya, perusahaannya mampu tetap bertahan dan bangkit lagi. Hingga kini, bapak masih tetap belajar. Di kala perkembangan IT makin pesat, beliau mempelajarinya, agar mampu menyesuaikan diri.

2.    Link

Salah satu faktor yang mendasari bapak saya untuk keluar dari Elektromedika dulu adalah karena beliau telah ditawari oleh perusahaan pemodal asing dari Swiss, Synthes. Synthes hendak memasarkan produk-produknya di Indonesia, dan menginginkan bapak sebagai mitranya. Bagaimana ceritanya beliau bisa sampai ke investor asing itu? Membangun jaringan. Hanya itulah yang dia lakukan. Ketika Synthes mendekatinya, bapak masih menjabat sebagai manager di Elektromedika. Namun, karena memendam keinginan untuk membuka perusahaan sendiri, bapak mulai mencari-cari link. Melalui proses jejaring inilah, beliau sampai kepada Synthes yang ternyata tertarik pada cara kerjanya dan bagaimana kemampuan beliau mendekati customer. Yang berhasil beliau dekati waktu itu adalah salah seorang supervisor Synthes di Asia, mr.Liem dari Singapura. Harus bisa bahasa Inggris? Bagi beliau, itu nggak penting! Yang terpenting ya bagaimana mencari jaringan dan menjalin relasi sebanyak-banyaknya itu tadi.

Terkait soal link ini, beliau menekankan satu hal, yaitu jangan mudah menyerah untuk hal yang satu ini. Menurut beliau, kemandegan kebanyakan pengusaha atau orang-orang yang ingin berwirausaha, bukan soal tidak berbakat di bidang bisnisnya ataupun tidak mampu mengelola keuangan, melainkan semata karena yang bersangkutan ‘malas’ untuk terus membuka jaringan baru. Beliau pernah menceritakan bagaimana banyak karyawannya tidak berkembang karena hanya mau berhubungan dengan customer yang itu-itu saja. Ketika diminta mendekati yang baru, dan ternyata si target itu orang yang ‘sulit’, mereka menyerah. Tidak demikian dengan bapak. Beliau akan terus mencari relasi baru. Tak peduli yang bersangkutan menolak 2, 3 bahkan sampai 5 kali, bapak akan terus mendekatinya hingga bersedia menjadi pelanggan. Contoh lainnya, ketika bapak harus menutup Synthes Indoraya pada 1997, justru datang investor asing baru, yaitu Zimmer dari A.S yang bersedia menyuplai perusahaan beliau yang lain, Tilas Nusa Jaya. Ini juga terjadi dari bagaimana beliau membangun jaringan sebelumnya.

3.    Trust sebagai kunci utama

Pada 2010 lalu, bapak mulai merasa capek mengelola perusahaan sendiri (faktor umur), hingga Tilas Nusa Jaya diakuisisi oleh pihak lain. Beliau pun mundur dan mendirikan Sarana Orthotama, tapi hanya memposisikan diri sebagai manager. Yang menarik, hampir semua karyawan beliau di Tilas ikutan mundur dan mengikuti beliau pindah ke perusahaan barunya (alias eksodus besar-besaran). Sungguh, semua itu terjadi bukan karena provokasi ataupun iming-iming gaji besar. Semuanya hanyalah karena ikatan emosional belaka. Ya, ikatan emosional yang telah dibentuk oleh bapak selama bertahun-tahun melalui hubungan interpersonal yang positif dengan para bawahannya.

Beliau biasa membawakan oleh-oleh dan menanyakan kabar keluarga dari para karyawannya. Pernah beliau menyempatkan jauh-jauh dari Jakarta, hanya untuk bersilaturahmi ke rumah seorang karyawannya di Kebumen, lantaran bapak merasa karyawannya yang cuma pegawai biasa itu telah banyak membantu perusahaan. Beliau bahkan bisa tahu, ketika salah seorang OB di kantornya sedang punya masalah dengan pacarnya, padahal si OB itu tidak mengungkapkannya. Bukan hanya para karyawan pusat, begitu pula dengan yang di cabang-cabang daerah. Saya pernah lihat sendiri, seorang managernya di Surabaya biasa membawa istri dan anak-anaknya ke kantor, dan tidak pernah ada masalah dengan itu. Atmosfer kekeluargaan macam itulah yang menciptakan kepercayaan (trust) di antara mereka, dan itu memberikan dampak positif bagi perusahaan.

Trust di sini bukan hanya dalam hubungan internal perusahaan, tapi tentu saja juga dalam hubungan dengan para customer. Bapak juga bisa begitu membina hubungan akrab dengan para pelanggannya. Beliau biasa bercanda, bersilaturahmi, bahkan sampai bisa mengenal keluarga dari pelanggannya yang tingkat profesor sekalipun. Hingga banyak customer yang enggan beralih ke perusahaan lain. Jangankan ke distributor lain, kadang mereka juga lebih suka berurusan langsung dengan bapak daripada dengan salesman ataupun manager beliau, saking dekatnya beliau dengan para customer. Pun dalam hubungan dengan pihak produsen utama dan penanam modal. Pada masa awal-awal berwirausaha  sendiri, pihak investor asing (Synthes) itu menaruh kepercayaan penuh pada bapak, dengan menyediakan semua fasilitas termasuk menyediakan perusahaan itu sendiri untuk dikuasai dan dikelola oleh beliau. Semua hanyalah bermodalkan dua hal : trust dan trustworthy. Dan salah satu cara paling efektif adalah dengan mengembangkan hubungan interpersonal yang hangat.

Sebenarnya masih ada satu lagi, sebuah ‘ritual’ khusus yang biasa bapak lakukan dalam pekerjaannya. Tiap kali hendak menelepon customer ataupun relasinya untuk sebuah transaksi / keperluan bisnis, beliau selalu terlebih dahulu membaca surat Al Fathihah, dan setelah itu baru menekan nomor kontak ataupun tombol call di HP (kalau dulu ya telepon)-nya. Menurut pengalaman beliau selama bertahun-tahun, cara ini 99 % manjur, dan selalu menganjurkan saya untuk menirunya dalam urusan-urusan penting. Jadi, selamat mencoba.. J